Senin, 06 November 2017

Efektivitas Komunikasi Bisnis

BAB I
PENDAHULUAN


1.1    Latar Belakang

Dalam kehidupan sehari-hari, seseorang berkomunikasi dengan sesamanya melalui berbagai media komunikasi yang berbentuk media elektronik dan non-elektronik. Media komunikasi non-elektronik yang lazim dikenal masyarakat awam diantaranya adalah bahasa isyarat, surat menyurat, surat kabar (koran), majalah dan tabloid. Sedangkan media komunikasi elektronik saat ini diantaranya adalah media audio-visual (televisi), internet, telephone dll.

Dalam dunia bisnis, baik yang skala kecil, menengah maupun besar, orang-orang yang ada dalam organisasi bisnis (pelaku bisnis) tidak dapat lepas dari kegiatan komunikasi. Oleh karenanya, bagi mereka komunikasi merupakan faktror yang sangat penting bagi pencapaian tujuan tujuan suatu komunikasi.

Menurut William C. Himstreet dan Wayne Murlin Baty komunikasi merupakan suatu proses pertukaran informasi anatar individu melalui suatu sistem yang biasa, baik dengan symbol-simbol, sinyal-sinyal, perilaku maupun tindakan. Sementara komunikasi bisnis berbeda dengan komunikasi anatar pribadi maupun komunikasi lintas budaya. Komunikasi anatar pribadi merupakan  bentuk komunikasi yang lazim dijumpai dalam kehidupan sehari-hari antar dua orang atau lebih untuk mencapai tujuan tertentu. Sedangkan komunikasi lintas budaya merupakan bentuk komunikasi yang dilakukan anatara dua orang atau lebih yang masing-masing memiliki budaya yang berbeda. Secara sederhana yang di maksud dengan komunikasi bisnis adalah komunikasi yang digunakan dalam dunia bisnis yang mencangkup berbagai macam komunikasi baik komunikasi verbal maupun non verbal.

Dalam dunia bisnis, seorang komunikator yang baik tentu saja disamping harus memiliki kemampuan berkomunikasi yang baik, ia juga harus mampu menggunakan berbagai macam alat media komunikasi yang ada untuk menyampaikan pesan-pesan bisnis kepada pihak lain secara efektif dan efisien, sehingga tujuan penyampaian pesan dapat tercapai.

Reputasi dan kredibilitas harus dibangun dalam dunia bisnis agar kustomer merasa nyaman hingga memberikan kepercayaannya pada anda. Terutama dalam hubungan bisnis jangka panjang dengan pekerja dan kustmer, memiliki kepekaan profesionalisme akan menghadirkan banyak nilai positif. Disinilah perlunya memainkan perna komunikasi bisnis.

Keberhasilan bisnis apapun tergantung pada efektivitas komunikasi. Semakin efektif sebuah komunikasi, semakin postitif nilai yang dihasilkan. Efektivitas sebuah komunikasi sesungguhnya diukur dari seberapa jauh menghasilkan aksi dari audiens dan pembaca.



BAB II
TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Landasan Teori

2.1.1 Komunikasi Bisnis

Komunikasi adalah suatu proses dimana seseorang atau beberapa orang, kelompok, organisasi, dan masyarakat menciptakan, dan menggunakan informasi agar terhubung dengan lingkungan dan orang lain. Komunikasi bisnis adalah pertukaran tukaran gagasan dan informasi yang memiliki tujuan tertentu yang disajikan secara personal atau impersonal melalui simbil-simbol atau sinyal. Komunikasi bisnis mencangkup berbagai macam bentuk komunikasi baik komunikasi verbal maupun non-verbal.

Ø  Komunikasi Verbal
Komunikasi verbal merupakan alah satu bentuk komunikasi yang lazim digunakan untuk menyampaikan pesan-pesan bisnis kepada pihak lain melalui tulisan maupun lisan. Bentuk komunikasi ini memiliki struktur yang teratur dan terorganisasi dengan baik. Contoh komunikasi verbal, misalnya:
·         Membuat dan mengirim surat teguran kepada nasabah yang menunggak pembayarannya.
·         Membuat dan mengirim surat penawaran harga barang kepada pihak lain.
·         Memberi informasi kepada pelanggan yang meminta informasi tentang produk baru.
·         Berdiskusi dalam suatu tim kerja.
·         Melakukan presentasi proposal pengembangan perusahaan di hadapan tim penguji
·         Dan lainnya

Melalui komunikasi lisan maupun tulisan, diharapkan orang dapat memahami apa yang disampaikan oleh pengirim pesan dengan baik.

Ø  Komunikasi Non-Verbal
Bentuk komunikasi yang paling mendasara dalam komunikasi bisnis adalah komunikasi non-verbal. Menurut teori antropologi, sebelum manusia menggunakan kata-kata, manusia telah menggunakan gerakan-gerakan tubuh, bahasa tubuh sebagai alat alat untuk berkomunikasi dengan orang lain. Contoh komunikasi non-verbal, misalnya:
·         Menggertakan gigi untuk menunjukan kemarahan.
·         Mengerutkan dahi untuk menunjukan seorang sedang berfikir.
·         Gambar pria atau wanita yang ditempelkan pada pintu toilet untuk menunjukan kamar sesuai jenis kelaminnya.
·         Menganggukan kepala untuk menunjukan tanda setuju atau mengerti.
·         Dan yang lainnya.

Pendek kata, dalam komunikasi non-verbal orang dapat mengambil suatu kesimpulan tentang berbagai macam perasaan orang lain, baik merasa senang, benci, marah dan lainnya.

2.1.2 Tujuan Komunikasi Bisnis

Tahap pertama dalam merencanakan suatu pesan bisnis adalah memikirkan maksud atau tujuan komunikasi. Seorang komunikator tentunya ingin menjaga goodwill di hadapan audience, sekaligus menghasilkan sesuatu yang baik bagi organisasinya. Untuk dapat melakukan hal itu, pertama-tama ia harus menentukan tujuan yang jelas dan dapat diukur, sesuai dengan tujuan organisasi.

           Secara umum, ada tiga tujuan komunikasi bisnis, yaitu: memberi informasi (informing) dan persuasi (persuading), serta melakukan kolaborasi (collaborating) dengan audience. Setiap presentasi harus menyelesaikan tujuan khusus. Untuk merumuskan tujuan ini, tanyakan pada diri sendiri, apakah anda akan melakukan atau berpikir setelah melakukan penelaahan terhadap suatu pesan? Tujuan harus dinyatakan setepat mungkin, demikian pula dengan identifikasi individu-individu yang akan memberi tanggapan terhadap pesan yang akan disampaikan. Berikut ini adalah beberapa contoh tujuan umum dan khusus.




TUJUAN UMUM
TUJUAN KHUSUS
Memberi informasi
Menyajikan penjualan bulan lalu ke manajer pemasaran.
Membujuk
Meyakinkan manajer pemasaran untuk mengangkat beberapa karyawan baru bagian penjualan.
Kolaborasi
Membantu departemen personalia mengembangkan program pelatihan bagi bebrapa anggota baru.


2.1.3   Fungsi Komunikasi Bisnis

Dalam suatu organisasi baik yang berorientasi komersial maupun sosial, komunikasi dalam organisasi atau lembaga tersebut akan melibatkan empat fungsi, yaitu:
1.             Fungsi informatif
Organisasi dapat dipandang sebagai suatu sistem pemrosesan informasi (information-processing system). Maksudnya, seluruh anggota dalam suatu organisasi berharap dapat memperoleh informasi yang lebih banyak, lebih baik dan tepat waktu. Informasi yang didapat memungkinkan setiap anggota organisasi dapat melaksanakan pekerjaannya secara lebih pasti informasi pada dasarnya dibutuhkan oleh semua orang yang mempunyai perbedaan kedudukan dalam suatu organisasi. Orang-orang dalam tataran manajemen membutuhkan informasi untuk membuat suatu kebijakan organisasi ataupun guna mengatasi konflik yang terjadi di dalam organisasi.Sedangkan karyawan (bawahan) membutuhkan informasi tentang jaminan keamanan, jaminan sosial dan kesehatan, izin cuti dan sebagainya.

2.             Fungsi Regulatif
Fungsi regulatif ini berkaitan dengan peraturan-peraturan yang berlaku dalam suatu organisasi. Pada semua lembaga atau organisasi, ada dua hal yang berpengaruh terhadap fungsi regulatif ini, yaitu:
·         Atasan atau orang-orang yang berada dalam tataran manajemen yaitu mereka yang memiliki kewenangan untuk mengendalikan semua informasi yang disampaikan.Disamping itu mereka juga mempunyai kewenangan untuk memberikan instruksi atau perintah, sehingga dalam struktur organisasi kemungkinan mereka ditempatkan pada lapis atas (position of authority) supaya perintah-perintahnya dilaksanakan sebagaimana semestinya.Namun demikian, sikap bawahan untuk menjalankan perintah banyak bergantung pada:
a.       Keabsahan pimpinan dalam penyampaikan perintah.
b.      Kekuatan pimpinan dalam memberi sanksi.
c.       Kepercayaan bawahan terhadap atasan sebagai seorang pemimpin sekaligus sebagai pribadi.
d.      Tingkat kredibilitas pesan yang diterima bawahan.
·         Berkaitan dengan pesan atau message.Pesan-pesan regulatif pada dasarnya berorientasi pada kerja. Artinya, bawahan membutuhkan kepastian peraturan-peraturan tentang pekerjaan yang boleh dan tidak boleh untuk dilaksanakan.

3.             Fungsi Persuasif
Dalam mengatur suatu organisasi, kekuasaan dan kewenangan tidak akan selalu membawa hasil sesuai dengan yang diharapkan. Adanya kenyataan ini, maka banyak pimpinan yang lebih suka untuk mempersuasi bawahannya daripada memberi perintah.Sebab pekerjaan yang dilakukan secara sukarela oleh karyawan akan menghasilkan kepedulian yang lebih besar dibanding kalau pimpinan sering memperlihatkan kekuasaan dan kewenangannya.

4.             Fungsi Integratif
Setiap organisasi berusaha menyediakan saluran yang memungkinkan karyawan dapat dilaksanakan tugas dan pekerjaan dengan baik.Ada dua saluran komunikasi formal seperti penerbitan khusus dalam organisasi tersebut (newsletter, buletin) dan laporan kemajuan oraganisasi; juga saluran komunikasi informal seperti perbincangan antar pribadi selama masa istirahat kerja, pertandingan olahraga ataupun kegiatan darmawisata.Pelaksanaan aktivitas ini akan menumbuhkan keinginan untuk berpartisipasi yang lebih besar dalam diri karyawan terhadap organisasi.

2.1.3   Efektivitas Komunikasi Bisnis
Dalam melakukan komunikasi ada kalanya hasil yang dicapai tidak sesuaidengan apa yang diharapkan. Dengan kata lain, komunikasi yang terjadi tidak efektif, sehingga tidak mencapai sasaran dengan baik. Untuk dapat melakukan komunikasi yang efektif diperlukan beberapa persyartan , antara lain : persepsi, ketepatan, kredibilitas, pengendalian, dan kecocokan/ keserasian.
a.       Persepsi
Komunikator harus dapat memprediksi apakah pesan-pesan yang akan disampaikannya dapat diterima oleh penerima pesan. Bila prediksinya tepat, audience akan membaca atau menerima tanggapannya dengan benar. Audience sebagai penerima pesan, lalu akan mengantisipasi reaksi komunikator (pengirim pesan) untuk menyusun pesan yang diterima bagi diri mereka, dengan tetap melakukan penyesuaian untuk menghindari kesalahpahaman dalam komunikasi tersebut.
b.         Ketepatan
Audience mempunyai suatu kerangka pikir. Agar komunikasi yang dilakukan mencapai sasaran, komunikator perlu mengekspresikan hal yang ingin disampaikan sesuai dengan kerangka pikir audience. Apabila hal tersebut diabaikan, maka yang muncul adalah miscommunication.
c.         Kredibilitas
Dalam komunikasi, komunikator perlu memiliki suatu keyakinan bahwa audience-audiencenya adalah orang-orang dapat dipercaya. Demikian juga sebaliknya, komunikator harus mempunyai suatu keyakinan akan inti pesan dan maksud yang ingin mereka sampaikan.
d.        Pengendalian
Dalam komunikasi, audience akan memberikan suatu reaksi atau tanggapan terhadap pesan yang disampaikan. Reaksi mereka dapat membuat komunikator tertawa, menangis, bertindak, mengubah pikiran, atau bersikap lemah lembut. Hal ini ditentukan oleh intensitas reaksi yang dilontarkan audience terhadap apa yang disampaikan oleh komunikator. Sebaliknya, reaksi audience tergantung pada berhasil atau tidaknya komunikator mengendalikan audiencenya saat melakukan komunikasi.
e.         Kecocokan/ Keserasian
Komunikator yang baik selalu dapat menjaga hubungan persahabatan yang menyenangkan dengan audience sehingga komunikasi dapat berjalan lancar dan mencapai tujuannya. Seorang komunikator yang baik juga akan menghormati dan berhasil memberi kesan yang baik kepada audience-nya.

2.1.4   Proses Komunikasi  Bisnis Dalam Perusahaan

Ada lima komponen penting untuk diperhatikan dalam proses komunikasi, yaitu:
a. Pengiriman pesan ( sender atau komunikasi)
b. Pesan yang dikirimkan ( message)
c. Bagaimana pesan tersebut disampaikan ( delivery channel atau media )
d. Penerima peesan ( receiver atau komunikasi ) ; dan
e. Umpan balik ( feedback )

Proses komunikasi diawali oleh sumber (source) baik individu ataupun kelompok yang berusaha berkomunikasi dengan individu atau kelompok lain. Sebagai berikut :
1.         Tahap Pertama : pengirim mempunyai suatu ide atau gagasan
Sebelum proses penyampaian pesan dapat dilakukan, maka pengirim pesan harus menyiapkan ide atau gagasan apa yang inginkan disampaikan kepada pihak lain atau audiens. Ide dapat diperoleh dari berbagai sumber yang terbentang luas di hadapan kita.

2.         Tahap Kedua : pengirim mengubah ide menjadi suatu pesan
Dalam suatu proses komunikasi, tidak semua ide dapat diterima atau dimengerti dengan sempurna., proses komunikasi dimulai dengan adanya ide dalam pikiran, yang lalu diubah ke dalam bentuk pesan-pesan seperti dalam bentuk kata-kata, ekpresi wajah, dan sejenisnya, untuk kemudian dipindahkan kepada orang lain.

3.         Tahap Ketiga : penerima manerima pesan
Setelah mengubah ide-ide ke dalam suatu pesan, tahap berikutnya adalah memindahkan atau menyampaikan pesan melalui berbagai saluran yang ada kepada si penerima pesan. Rantai saluran komunikasi yang digunakan untuk menyempaikan pesan terkadang relatif pendek, namun ada juga yang cukup panjang. Panjang-pendeknya rantai saluran komunikasi yang digunakan akan berpengaruh terhadap efektivitas penyampaian pesan.

4.         Tahap Keempat : penerima menerima pesan
Komunikasi antara seseorang dengan orang lain akan terjadi, bila pengirim mengirimkan suatu pesan dan penerima menerima pesan tersebut. Jika seseorang mengirim sepucuk surat, komunikasi baru bisa terjalin bila penerima surat telah membaca dan memahami isinya.

5.         Tahap Kelima : penerima menafsirkan pesan
Setelah penerima menerima suatu pesan, tahap berikutnya adalah bagaimana ia dapat menafsirkan pesan. Suatu pesan yang disampaikan pengirim harus mudah dimengerti dan tersampaikan di dalam benak pikiran si penerima pesan. Selanjutnya, suatu pesan baru dapat ditafsirkan secara benar bila penerima pesan telah memahami isi pesan sebagaimana yang dimaksudkan oleh pengirim pesan.

6.         Tahap Keenam : penerima memberi tanggapan dan mengirim umpan balik ke pengirim
Umpan balik ( feedback) adalah penghubung akhir dalam suatu mata rantai komunikasi. Ia merupakan tanggapan penerima pesan yang memungkinkan pengirim untuk menilai efektivitas suatu pesan. Setelah menerima pesan, penerima akan memberi tanggapan dengan cara tertentu dan memberi sinyal terhadap pengirim pessan. Sinyal yang diberikan oleh penerima pesan beraneka macam, dapat berupa suatu senyuman, tertawa, sikap murung, cemberut, memberi komentar sekilas (singkat), anggukan sebagai pembenaran, atau pesan secara tertulis.

2.2    Pengaruh Organisasi Dalam Efektivitas Komunikasi Bisnis

Komunikasi bisnis yang baik dapat menentukan keberhasilan suatu perusahaan. Hal ini perlu diperhatikan oleh setiap manajer perusahaan. Tantangan seseorang manajer dimasa depan relatif akan semakin sulit, yang menuntut kemampuan untuk mengkomunikasikan ide gagasan dan tujuan dalam lingkungan organisasinya serta bagaimana menyampaikan produk atau jasa yang dimilikinya kepadapelanggan. Disisi lain, proses manajemen adalah suatu aktivitas komunikasi. Terdapat 6 kendala yang mungkin muncul saat manajer mengkomunikasikan bisnis organisasinya, yaitu :
a.       Struktur komunikasi yang buruk
Struktur komunikasi adalah faktor esensial, yang menentukan baik buruknya komunikasi bisnis. Tidak penting apakah audiencenya hanya satu orang atau ribuan orang dan sekalipun ditengah bisingnya lingkungan bisnis dan pemasaran, pesan yang disampaikan haruslah terdengar dan dimengerti

b.      Penyampaian yang lemah
Tidak menjadi masalah, apakah pesan itu penting atau impresif. Namun apabila disampaikannya tanpa “sentuhan yang kuat:, hasilnya tidak akan dapat meyakinkan orang lain sesuai harapan. Disamping itu, meskipun telah dilakukan “sentuhan” yang sudah tepat ternyata seringkali juga masih memerlukan waktu untuk mendapatkan respons.

c.       Penggunaan media yang salah
Perlu untuk mempertimbangkan siapa, dari kalangan atau status sosial mana dan karakteristik unik lainnya dari sasaran yang kita tuju, sehingga kita dapat memilih media yang tepat.

d.      Pesan yang campur aduk
Pesan yang campur aduk, hanya akan menimbulkan kebingungan atau bahkan cemoohan dari audience. Seperti, larangan untuk memberikan hadiah kepada klien, tetapi pada saat yang sama memberikan pengecualian untuk klien-klien baru atau pelanggan VIP yang berpotensi besar pada bisnis perusahaan.

e.       Salah audience
Topik yang dipilih hendaknya relevan dan sesuai dengan expektasi audience. Sebagai contoh, misalnya dalam event pertemuan antara wakil dari pemerintah dan pengusaha, namun dalam presentasi disajikan tentang analisis situasi politik dan pemerintahan, sedangkan para pengusaha, sebenarnya lebih mengharapkan penjelasan bagaimana tindakan atau langkah-langkah kongkrit yang diambil pemerintah untuk menciptakan iklim usaha yang kondusif.

f.       Lingkungan yang mengganggu
Lingkungan yang mengganggu jelas merupakan kendala dalam komunikasi, sehingga pesan yang disampaikan tidak dapat diterima/ didengar secara optimal.



BAB III
KESIMPULAN

Komunikasi bisnis adalah proses pertukaran pesan atau informasi yang mencangkup komunikasi verbal dan non-verbal, yang masing-masing memiliki tujuan yang sama diantaranya memberikan informasi, persuasi serta melakukan kolaborasi dengan audiens sehingga mampu merealisasikan fungsi-funsgi dari komunikasi bisnis seperti fungsi informaif, fungsi regulative, fungsi persuasive serta fungsi integratif. Sehingga mampu menggunakan berbagai macam alat media komunikasi yang ada untuk menyampaikan pesan-pesan bisnis kepada pihak lain secara efektif dan efisien, sehingga tujuan penyampaian pesan dapat tercapai. Keberhasilan bisnis apapun tergantung pada efektivitas komunikasi berdasarkan bagaimana suatu pesan atau informasi dapat di terima dengan baik. Semakin efektif sebuah komunikasi, semakin postitif nilai yang dihasilkan. Efektivitas sebuah komunikasi sesungguhnya diukur dari seberapa jauh menghasilkan aksi dari audiens dan pembaca.

  
Daftar Pustaka

Curtis, dan B., James J., Floyd, Jerry L. (1999). Business and Professional Communication (Nanan, Rina, dan Yeti). Bandung: PT Remaja Rodaskarya (Orignal work published 1996)

Purwanto, Djoko. (2003).Komunikasi Bisnis.Jakarta: Penerbit Erlangga



epository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/30845/ChapterII.pdf;jsessionid=025B3209D7C84FC72211F48EF6C173C8?sequence=4

Minggu, 08 Oktober 2017

Tugas 1 Komunikasi Bisnis : Review Jurnal Komunikasi Bisnis

Dalam rangka pelaksanaan tugas softskill Komunikasi Bisnis, maka kami melakukan review pada jurnal berikut ini :



1
 
PENGGUNAAN KOMUNIKASI FATIS
DALAM PENGELOLAAN HUBUNGAN DI TEMPAT KERJA

Sari Ramadanty
Bina  Nusantara  University Jakarta

Abstract: This study aims to identify the use of Verbal and Nonverbal Communication  nature  of phatic communication in building relationships and developing relationships  in  the  workplace. This study also look at the context of the relationship Management Organizational Commu- nication. This study was conducted to obtain a description of the role of verbal and nonverbal communication in the context of fascist communication and how to build interpersonal relationships that occur in the workplace. From the research, it was found that the use of fascist komunilasi very often occur in the workplace, because it is considered as an opener in a more intimate relationship. Phatic communication is important in making a relationship and create a close relationship between co-workers. Cultural context of  someone very important role in  the  use of phatic communication, someone with high-context culture tends to  be  more frequent  use fascist communication communicates interpersonal  relationships. But  for  those who  are  on  a low cultural  context  also  puts  phatic  communication  to  connect  with  colleagues  in  the  interest of the work. The conclusion of this study, phatic communication is essential in building and managing relationships. This also applies in the  workplace, phatic  communication context is  also related to the management of verbal and non-verbal language.

Key Words: interpersonal communication, phatic communication, verbal and non-verbal communication


Abstrak: Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi Penggunaan Komunikasi Verbal  dan  Nonverbal yang  bersifat Komunikasi Fatis dalam membangun hubungan serta mengembangkan hubungan     di tempat kerja. Penelitian ini juga melihat Pengelolaan hubungan pada konteks Komunikasi Organisasi. Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan deskripsi  mengenai  peranan  komuni- kasi verbal dan nonverbak dalam konteks komunikasi fatis serta bagaimana membangun hubu- ngan secara interpersonal yang terjadi di tempat kerja. Dari hasil penelitian didapati bahwa Penggunaan komunilasi fatis sangat sering terjadi ditempat kerja, karena dianggap sebagai pembuka dalam hubungan yang lebih akrab. Komunikasi fatis sangat berperan dalam pem- bentukan hubungan dan menciptakan hubungan yang erat antar sesama rekan kerja. Konteks budaya seseorang sangat berperan dalam penggunaan komunikasi fatis, seseorang dengan konteks budaya tinggi cenderung lebih sering menggunakan komunikasi fatis dalam hubungan komuniksi interpersonalnya. Namun bagi mereka yang berada pada konteks  budaya  rendah juga menempatkan komunikasi fatis untuk berhubungan dengan para rekan kerja dalam kepentingan pekerjaan. Kesimpulan dari penelitian ini, komunikasi fatis sangat penting dalam membangun dan pengelolaan hubungan. Hal tersebut juga berlaku di tempat kerja, konteks komunikasi fatis juga berkaitan dengan pengelolaan bahasa verbal dan non verbal.

Kata Kunci: komunikasi interpersonal, komunikasi fatis, komunikasi verbal dan non verbal


PENDAHULUAN

 

Komunikasi merupakan bagian paling mendasar dalam kehidupan manusia. Komunikasi yang memungkinkan manusia membangun suatu kerangka rujukan dan menggunakannya sebagai panduan untuk menafsirkan situasi apapun yang mereka hadapi. Dengan komunikasi, manusia mempelajari dan menerapkan cara-cara untuk mengatasi permasalahan dalam kehidupan sosial (Mulyana, 2010).

Komunikasi antarpribadi dianggap sebagai salah satu strategi untuk membangun dan mempertahankan hubungan yang efektif antara organisasi dengan publik. Komunikasi antar pribadi memiliki fungsi untuk membantu mengumpulkan informasi mengenai individu sehingga dapat memprediksikan respon yang akan timbul. Hal tersebut didukung oleh Wiryanto (2006: 32), komunikasi antarpribadi sebagai komunikasi yang berlangsung dalam situasi tatap muka antara dua orang atau lebih, baik secara teroganisasi maupun pada kerumunan orang.

Komunikasi memiliki peranan penting, terutama pada konteks komunikasi di tempat kerja. Dalam komunikasi organisasi, setiap individu dalam organisasi tersebut mendapat- kan komunikasi untuk menjalankan fungsi dan tugas masing-masing. Komunikasi tersebut dikelola dengan Komunikasi Internal. Komunikasi internal menjadi suatu hal yang penting dalam sebuah perusahaan. Komunikasi internal merupakan proses pertukaran informasi dan komunikasi di antara pimpinan dan para karyawan dalam suatu perusahaan yang menyebabkan terwujudnya struktur yang khas dan pertukaran gagasan secara horizontal dan vertikal yang menyebabkan pekerjaan dapat berlangsung secara efektif (Effendy, 2004).

Ketika seseorang beinteraksi dengan orang lain, maka saat itulah komunikasi mengambil peranan penting dalam hubungan yang tercipta. Komunikasi yang sedang berlangsung antar individu terbagi atas apa yang dimaksud dengan komunikasi verbal atau pun komunikasi non verbal. Komunikasi verbal adalah komunikasi yang bersifat lisan atau komunikasi dengan menggunakan kata-kata (lisan) maupun tulisan (Devito, 2012). Melalui kata-kata, mereka mengungkapkan perasaan, emosi, pemikiran, gagasan, atau maksud mereka, menyampaikan fakta, data, dan informasi serta menjelaskannya, saling bertukar perasaan dan pemikiran.

Komunikasi nonverbal identik dengan komunikasi tanpa menggunakan kata-kata atau lebih menekankan terhadap pemaknaan simbol-simbol yang berlaku di sosial masyarakat. Baik komunikasi verbal maupun komunikasi non verbal memiliki fungsi yang saling terkait pada komunikasi yang dilakukan dalam sebuah interaksi. Menurut penelitian mengenai komunikasi verbal dan non verbal menunjukkan bahwa 80% komunikasi antara manusia dilakukan secara non verbal.

Komunikasi dikatakan baik apabila komunikasi itu efektif. Dengan komunikasi yang efektif diharapkan pesan yang disampaikan dapat diterima dengan baik oleh komunikan. Salah satu indikator keefektifan komunikasi adalah apabila memenuhi sejumlah syarat tertentu, dimana salah satunya adalah komunikasi yang mampu menimbulkan kesenangan diantara pihak yang terlibat di dalamnya.

Upaya untuk menimbulkan rasa kesenangan saat berkomunikasi adalah dengan menggunakan apa yang disebut dengan komu- nikasi fatis (phatic communication). Menurut Vladimir Zegarac dalam “What is Phatic Communication” Upaya untuk menimbulkan rasa kesenangan saat berkomunikasi adalah dengan menggunakan apa yang disebut dengan komunikasi fatis (phatic communication) (2009). Yaitu suatu kondisi dimana komunikasi yang berlangsung tidak bertujuan untuk memperoleh suatu informasi yang berarti melainkan hanya untuk menimbulkan kesenangan di antara pihak yang terlibat didalamnya semata.

Meskipun komunikasi fatis ini cukup jarang dibicarakan dalam kajian komunikasi, namun keberadaan komunikasi fatis di sekitar lingkungan sosial ternyata sangat diperlukan dan mudah ditemukan. Misalnya seseorang menanyakan kabar dari lawan bicaranya, maka sebenarnya hal itu hanya merupakan basa-basi saja. Si penanya tidak bermaksud benar-benar ingin mencari tahu bagaimana kabar lawan bicaranya, melainkan hanya ingin menimbulkan suasana keakraban semata.

Komunikasi fatis sebenarnya mencakup seluruh ruang lingkup komunikasi. Namun, komunikasi fatis biasanya dilakukan melalui komunikasi verbal dan nonverbal. Bentuk komunikasi nonverbal adalah sentuhan di pundak atau di punggung lawan bicara juga dapat mengekspresikan gaya komunikasi fatis. Meskipun komunikasi fatis ini cukup jarang dibicarakan dalam kajian komunikasi, namun keberadaan komunikasi fatis disekitar lingkungan sosial ternyata sangat diperlukan dan mudah ditemukan.

Menurut Tubbs dan Sylvia Moss (2009), Komunikasi fatis sangat berguna untuk mempertahankan kelangsungan hubungan sosial dalam keadaan yang baik dan menyenangkan. Hubungan yang baik dan menyenangkan ini sangat diperlukan bagi seseorang untuk mengembangkan kepribadiannya.

Komunikasi fatis sangat lekat dengan pengaruh budaya masing-masing individu. Adanya perbedaan konteks komunikasi dalam keberagaman komunikasi antar budaya terkadang menjadikan komunikasi yang berjalan tidak efektif. Hal ini terjadi karena keberagaman budaya yang melatarbelakangi individu sangat berperan terhadap gaya komunikasi seseorang. Gaya komunikasi ini juga akan berpengaruh ketika individu berbaur di tempat kerja. Asumsi tersebut menghantarkan pada satu pemikiran bahwa komunikasi fatis dapat memunculkan komunikasi yang efektif dalam interaksi antara komunikator dan komunikan, baik bersifat pribadi ataupun kelompok dalam konteks organisasi.


Berdasarkan pembahasan diatas maka penelitian ini membahas menganai “Analisis Penggunaan Komunikasi Fatis di Tempat Kerja”. Penelitian ini bertujuan secara khususnya untuk menjelaskan hal-hal: Mengidentifikasi Penggunaan Komunikasi Verbal dan Nonverbal yang bersifat Fatis di tempat kerja, Mengidentifikasi Penggunaan Komunikasi Verbal dan Nonverbal yang bersifat Fatis dalam Penciptaan Komunikasi Efektif di tempat kerja, Mengidentifikasi Peran Komunikasi Fatis Dalam Pengelolaan hubungan dalam konteks komunikasi Organisasi.
Secara umum dari hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan untuk mendapatkan deskripsi mengenai peranan komunikasi verbal dan nonverbak dlam konteks komunikasi fatis yang terjadi di tempat kerja. Secara khusus penelitian ini ingin melihat penggunaan komunikasi fatis digunakan dalam pengolahan hubu- ngan, khususnya dalam konteks komunikasi interpersonal.

Penelitian ini membatasi ruang lingkup pada komunikasi interpersonal beberapa profesi pekerjaan yang melibatkan konteks komunikasi verbal dan non verbal dalam komunikasi fatis. Hal ini berkaitan dengan pola hubungan interpersonal yang terjadi sehari. Tanpa disadari komunikasi fatisi banyak mengambil peranan penting dalam pembentukan dan pengelolaan hubungan. Peneliti menyadari bahwa penelitian ini merupakan sebuah studi pendahuluan, yang nantinya dapat dilakukan pada ruang lingkup yang lebih luas lagi, untuk membuktikan komunikasi fatis memiliki pengaruh terhadap pengelolaan hubungan yang tercipta dari komuniksi interpersonal di tempat kerja dengan metode observasi yang lebih mendalam.

TINJAUAN PUSTAKA

Komunikasi
      Komunikasi merupakan penyampaian dan pemahaman suatu maksud. Jika tidak ada informasi atau ide yang disampaikan, komu- nikasi tidak terjadi. Agar komunikasi berhasil, maksud harus ditanamkan dan dipahami (Robbins, Coulter, 2007).
Dapat disimpulkan bahwa pentingnya komunikasi yang terjalin dengan baik antar setiap pribadi dalam suatu organisasi menjadi perhatian serius, karena jika makna dalam pesan yang disampaikan tidak sesuai dengan maksud dari penyampai pesan, hal tersebut akan menimbulkan masalah yakni perbedaan pemahaman maksud. Perbedaan pemahaman maksud tersebut dapat memicu kesalahpahaman dalam menerima pesan dan membuat pesan yang dimaksud tidak tersampaikan dengan baik.

Terdapat empat fungsi utama komunikasi menurut Robbins dan Coulter (2007) adalah :
a.    Kontrol
Komunikasi bertindak sebagai kontrol perilaku anggota dalam berbagai cara

b.    Motivasi
Komunikasi mendorong motivasi dengan menjelaskan pada karyawan apa yang harus diselesaikan, seberapa baik mereka melakukannya, dan apa yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kinerja jika tidak sejajar. Ketika karyawan menetapkan tujuan tertentu, bekerja untuk tujuan itu, dan menerima umpan balik dari perkembangan tujuan itu, maka komunikasi diperlukan.

c.     Ekspresi emosional
Komunikasi yang terjadi di dalam kelompok adalah mekanisme fundamental di mana anggotanya berbagi rasa frustasi dan perasaan puas. Komunikasi memberikan penyaluran perasaan bagi ekspresi emosional dan untuk memenuhi kebutuhan sosial.

d.    Informasi
Individu dan kelompok memerlukan informasi untuk menyelesaikan sesuatu dalam organisasi.  Komunikasi menyediakan informasi tersebut.

Komunikasi Antar Pribadi

Komunikasi antarpribadi (interpersonal communication) merupakan komunikasi yang berlangsung dalam situasi tahap muka antara dua orang atau lebih, baik secara teroganisasi maupun pada kerumunan orang (Wiryanto, 2006). Komunikasi antarpribadi (interpersonal communication) adalah komunikasi antara orang-orang secara tatap-muka, yang memung- kinkan setiap pesertanya menangkap reaksi orang lain secara langsung, baik secara verbal ataupun nonverbal (Mulyana, 2010: 81).

  Menurut Devito (2012) dalam bukunya The Interpersonal Communication Book, Komunikasi didefinisikan sebagai: “Proses pengiriman dan penerimaan pesan-pesan antara dua orang atau di antara sekelompok kecil orang-orang, dengan beberapa efek dan beberapa umpan balik seketika”. (The process of sending and receiving messages, between two persons, or among a small group of person, with same effect and same immediate feedback).

Pengertian Komunikasi Antarpribadi yang digunakan dalam penelitian ini adalah proses pengiriman dan penerimaan pesan-pesan antara dua orang atau lebih yang berlangsung secara tatap muka dan memungkinkan pesertanya menangkap reaksi orang lain dan mendapatkan umpan balik pada waktu itu juga, baik secara verbal atau nonverbal.

Ciri-Ciri Komunikasi Antarpribadi

Aw (2011) mengemukakan bahwa apa- bila diamati dan dikomparasikan dengan jenis komunikasi lainnya, maka dapat dikemukakan lima ciri-ciri komunikasi antarpribadi, antara lain:
1.          Arus pesan dua arah. Komunikasi antarpribadi menempatkan sumber pesan dan penerima dalam posisi yang sejajar, sehingga memicu terjadinya pola  penyebaran pesan     mengikuti arus dua arah.
2.   Suasana nonformal. Komunikasi antar- pribadi biasanya berlangsung dalam suasana nonformal.
3.          Umpan balik segera. Komunikasi antar- pribadi biasanya mempertemukan para pelau komunikasi secara bertatap muka, maka umpan balik dapat diketahui de- ngan segera, baik secara verbal maupun nonverbal.
4.          Peserta komunikasi berada dalam jarak yang dekat. Komunikasi antarpribadi menuntut agar peserta komunikasinya berada dalam jarak dekat, baik jarak fisik maupun psikologis. Jarak yang dekat dalam arti fisik, artinya para pelaku saling bertatap muka, berada pada satu lokasi tempat tertentu dan secara psikologis menunjukkan keintiman hubungan antarindividu.
5. Peserta komunikasi mengirim dan menerima pesan secara simultan dan spontan, baik secara verbal maupun nonverbal. Untuk meningkatkan keefektifan komunikasi antarpribadi, pemanfaatan kekuatan pesan verbal maupun nonverbal, untuk berupaya saling meyakinkan, dengan mengoptimalkan penggunaan pesan verbal maupun nonverbal secara bersamaan, saling mengisi, saling memperkuat sesuai dengan tujuan komunikasi.

Devito (2012) mengemukakan bahwa komunikasi Interpersonal adalah komunikasi yang terjadi antara dua orang atau lebih yang mempunyai hubungan yaqng mantap dan jelas. Komunikasi interpersonal adalah termasuk pesan pengiriman dan penerimaan pesan antara dua atau lebih individu. Hal ini dapat mencakup semua aspek komunikasi seperti mendengarkan, membujuk, menegaskan, komunikasi nonverbal, dan banyak lagi. Sebuah konsep utama komunikasi interpersonal terlihat pada tindakan komunikatif ketika ada individu yang terlibat tidak seperti bidang komunikasi seperti interaksi kelompok, dimana mungkin ada sejumlah besar individu yang terlibat dalam tindak komunikatif (Sarwono, 2009).

Mulyana (2010) menyatakan “komunikasi antarpribadi (interpersonal communication) adalah komunikasi antara orang-orang secara tatap muka, yang memungkinkan setiap pesertanya menangkap reaksi orang lain secara langsung, baik verbal ataupun nonverbal”. Pada dasarnya ada dua bentuk dasar komunikasi yang lazim digunakan dalam dunia bisnis, yaitu komunikasi verbal dan nonverbal (Purwanto, 2006:5).

1.          Komunikasi Verbal (verbal communica- tion)
Komunikasi Verbal (Verbal communicaton) merupakan salah satu salah satu bentuk komunikasi yang lazim di gunakan untuk menyampaikan pesan-pesan bisnis kepada pihak lain melalui tulisan mau- pun lisan. Bentuk komunikasi ini memiliki struktur yang teratur dan terorganisi dengan baik, komunikasi bisnis yang efektif sangat tergantung pada kete- rampilan seseorang dalam mengirim atau menerima pesan. Secara umum untuk menmyampaikan pesan-pesan bisnis, seseorang dapat menggunakan tulisan dan lisan. Sedangkan untuk menerima pesan-pesan bisnis, seseorang dapat menggunakan pendengaran dan bacaan.

2.         Komunikasi Nonverbal (Non Verbal com- munication)
Menurut teori Antropologi, manusia menggunakan kata-kata, manusia telah menggunakan gerakan-gerakan tubuh, bahasa tubuh (body language) sebagai alat komunikasi dengan orang lain.

Di dalam suatu badan yang memiliki tu- juan untuk mensejahterakan anggotanya pada khususnya dan masyarakat pada umumnya, maka komunikasi sangat dibutuhkan untuk meyakinkan konsumen agar konsumen merasa nyaman dan memutuskan untuk membeli ke- butuhan atau produk yang mereka butuhkan  di tempat tersebut.

Karakteristik Komunikasi Antarpribadi

Pearson dalam Aw (2011) menyebutkan ada enam karakteristik komunikasi antarpribadi, yaitu:
1.         Komunikasi antarpribadi dimulai dengan diri sendiri (self). Artinya bahwa segala bentuk proses penafsiran pesan maupun penilaian mengenai orang lain, berangkat dari diri sendiri.
2.         Komunikasi antarpribadi bersifat transaksional. Ciri komunikasi seperti ini terlihat dari kenyataan bahwa komunikasi antarpribadi bersifat dinamis, merupakan pertukaran pesan secara timbal balik dan berkelanjutan.
3.         Komunikasi antarpribadi menyangkut aspek isi pesan dan hubungan antarpribadi. Bahwa efektivitas komunikasi antarpribadi tidak hanya ditentukan oleh kualitas pesan, melainkan juga ditentukan dari kadar hubungan antar individu.
     4.          Komunikasi antarpribadi mensyaratkan adanya kedekatan fisik antara pihak-pihak yang berkomunikasi, dengan saling bertatap muka. 
   5.    Komunikasi antarpribadi menempatkan kedua belah pihak yang berkomunikasi saling tergantung satu dengan lainnya (interdependensi), bahwa komunikasi antarpribadi melibatkan ranah emosi, sehingga terdapat saling ketergantungan emosional di antara pihak-pihak yang berkomunikasi.
     6.     Komunikasi antarpribadi tidak dapat diubah maupun diulang. Artinya, ketika seseorang sudah terlanjur mengucapkan sesuatu kepada orang lain, maka ucapan itu sudah tidak dapat diubah atau diulang, karena sudah terlanjur diterima oleh komunikan.

Efektifitas Komunikasi Interpersonal

Dalam penelitian ini komunikasi interpersonal diukur dengan menggunakan skala komunikasi interpersonal yang disusun berdasarkan efektivitas komunikasi interpersonal oleh Devito (2012) yang meliputi:
1.               Keterbukaan (openness)
Kedekatan antar pribadi mengakibat- kan seseorang bias dan mampu menyatakan pendapatnya dengan bebas dan terbuka. Kebebasan dan keterbukaan akan memengaruhi berbagai variasi pesan baik verbal maupun nonverbal.
2.               Perilaku positif (positiviness)
Komunikasi interpersonal akan ber- hasil jika terdapat perhatian yang positif terhadap diri seseorang, komunikasi interpersonal akan terpelihara baik jika suatu perasaan positif terhadap orang lain itu dikomunikasikan, suatu perasaan positif dalam situasi umum amat bermanfaat untuk mengefektifkan kerjasama.
3.               Empati (empathy)
Kemampuan memproyeksikan diri kepada peranan orang lain maupun mencoba merasakan dalam cara yang sama dengan perasaan orang lain.
4.               Sikap positif (positiveness)
Sikap positif mengacu pada sedikitnya dua aspek dari komunikasi interpersonal. Pertama, komunikasi interpersonal terbina jika seseorang memiliki sikap positif terhadap diri mereka sendiri. Kedua, perasaan positif untuk situasi komunikasi pada umumnya sangat penting untuk interaksi yang efektif
5.               Kesetaraan (Equality)
Dalam setiap situasi, barangkali terjadi ketidaksetaraan. Salah seorang mungkin lebih pandai. Lebih kaya, lebih tampan atau cantik, atau lebih atletis daripada yang lain. Tidak pernah ada dua orang yang benar-benar setara dalam segala hal.

Komunikasi Organisasi Internal

Menurut Brennan dalam Effendy (2004), komunikasi internal adalah proses pertukaran informasi dan komunikasi di antara pimpinan dan para karyawan dalam suatu perusahaan yang menyebabkan terwujudnya struktur yang khas (organisasi) dan pertukaran gagasan secara horizontal dan vertikal yang menyebabkan pekerjaan dapat berlangsung secara efektif.
Menurut Effendy (2011) dalam upaya menyampaikan pesan, ide, gagasan serta informasi lainnya dapat terjadi dalam kontek secara vertikal dan horizontal, maupun terjadi komunikasi internal sebagai berikut :
a.         Komunikasi Vertikal
Komunikasi vertikal adalah komunikasi dari atas ke bawah dan sebaliknya adalah komunikasi dari pimpinan kepada bawahan dan dari bawahan kepada pimpinan secara timbal balik. Pimpinan perlu mengetahui laporan, tanggapan, atau saran para karyawan sehingga suatu kebijaksanaan dapat diambil dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
b.         Komunikasi Horizontal
Komunikasi horizontal adalah komunikasi secara mendatar, antar anggota staf dengan anggota staf, karyawan sesama karyawan, dan sebagainya. Komunikasi horizontal seringkali berlangsung tidak formal, mereka berkomunikasi satu sama lain bukan pada waktu mereka sedang bekerja, melainkan pada saat istirahat, sedang rekreasi atau pada waktu pulang kerja.


Komunikasi Fatis

Vladimir Zegarac (2009), apa itu komu- nikasi fatis atau What is Phatic communication adalah pertanyaan untuk jawaban yang dapat diberikan dalam suatu konteks penjelasan mengenai tingkah laku yang bersifat komu- nikatif. Ada sedikit bantahan bahwa teori prag- matis harusnya memiliki suatu istilah untuk menyebutkan jenis bahasa yang digunakan tersebut. Pertama, pertukaran bersifat fatis sangat umum dalam kehidupan sehari-hari. Jadi, pendekatan logis (plausible) dari interaksi verbal dapat menjelaskannya. Kedua, hubu- ngan yang bersifat fatis memunculkan kesulitan- kesulitan yang spesifik untuk analisis prag- matis. Jadi, ada suatu istilah untuk mengatakan tentangnya dimana seseorang tidak akan benar-benar membutuhkan istilah tersebut untuk disebutkan dengan tipe-tipe hubungan lainnya. Ketiga, komunikasi fatis sering di- singgung dan kadang-kadang dijelaskan namun memang belum pernah dijelaskan secara terperinci.
Komunikasi fatis dalam bahasa Inggris disebut juga small talk atau chit chat. Orang- orang menyadari bahwa beberapa ungkapan seperti, “hari yang cerah, bukan?” dan “bagai- mana dengan liburanmu?” adalah percakapan yang bersifat social. Mereka juga memahami cara melakukan komunikasi fatis tertentu yang mempersyaratkan terlibatnya mental dan memakan waktu. Komunikasi Fatis adalah komunikasi yang bertujuan untuk menimbul- kan kesenangan diantara pihak-pihak yang terlibat didalamnya (Devito, 2012).
‘Phatic communion serves to establish bonds of personal union between people brought together by the mere need of companionship and does not serve any purpose of communicating ideas.

Malinowski dalam jurnal Phatic Communion (Senft, 2009), menjelaskan bahwa komu nikasi fatis adalah komunikasi yang tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan sehari-hari. Penggunaan komunikasi fatis kita dengan orang lain sanagat terkait dengan bagaimana budaya kita berperan membantuknya. Lebih lanjut Malinowski menjelaskan bahwakomunikasi fatis bisa jadi bukan hanya bentuk basa-basi atau small talk dalam proses komuniasi tersebut, tetapi bisa menjadi pembentuk hubungan antar individu.

Menurut Fawcett dalam Senft (2009), komunikasi fatis bukanlah mengenai pembagian informasi saat kita mengatakan “hari sangat cerah” sementara kelihatannya hujan akan turun segera, yang berarti tujuan informasinya lemah. (… it is not that we are not sharing information when we say nice day but it looks as if it may rain soon, but that the informational purpose is rather weak).

Jumanto (2008) mendeskripsikan fungsi dan bentuk komunikasi fatis serta keterkaitan keduanya dengan situasi informal dan formal. Selain itu, Jumanto juga mendeskripsikan elaborasi empat tipe petutur dalam hal kuasa dan solidaritas seperti yang dingkapkan Brown dan Gilman. Menurutnya, bentuk komunikasi fatis terdiri atas tiga struktur, yaitu pembuka, isi, dan penutup percakapan, yang masing- masing mengambil fungsi untuk memecahkan kesenyapan, memulai percakapan, melakukan basa-basi dan sopan santu, menjaga agar percakapan tetap berlangsung, mengungkapkan solidaritas, menciptakan harmoni dan perasaan nyaman, serta mengungkapkan empati, persahabatan, penghormatan dan kesantunan. Fungsi tersebut mencakup kuasa dan solidaritas yang ada dalam diri petutur, dan situasi informal dan formal.

Zegarac menyatakan bahwa komunikasi fatis sebagai institusi sosial (Phatic communication as a social institution). Sebagai institusi sosial dalam proses penginstitusiannya memiliki dua tipe, yaitu standarisasi (standardzation) dan konvensionalisasi (conventionalization). Standarisasi berarti bahwa dalam komunikasi fatis interpretasi yang terjadi dalam makna yang terungkap dan dipahami tanpa ada konvensional. Sedangkan Konvensionalisasi yaitu komunikasi fatis yang dilakukan dengan ekspresi yang bersifat konvensional, seperti penggunaan kata hai dan halo.

Budaya High Contex dan Low Contex
Komunikasi Antarbudaya menjelaskan tentang komunikasi antarbudaya yaitu merupakan interaksi dan komunikasi antarpribadi yang dilakukan oleh beberapa orang yang memilki latarbelakang kebudayaan yang berbeda (Liliweri, 2009). Salah satu analisis mengenai perbedaan gaya berkomunikasi dikemukakan oleh Hall dalam Andriani (2012). Menurut Hall budaya dapat diklasifikasikan kedalam gaya komunikasi konteks tinggi dan gaya komunikasi konteks rendah. Dalam budaya konteks tinggi, maka terinternalisasi pada orang yang bersangkutan, dan pesan nonverbal lebih ditekankan. Kebanyakan masyarakat berbudaya konteks tinggi mengidentifikasi hubungan dengan melibatkan komunikasi non verbal sebagai pemaknaan dalam berhubungan.

Komunikasi konteks tinggi adalah komu- nikasi yang bersifat bias makna dan ambigu, yang menuntut penerima pesan agar menafsirkannya sendiri. Komunikasi konteks tinggi bersifat tidak langsung, tidak apa adanya. Komunikasi konteks tinggi mengandung pesan implisit dan banyak terdapat dalam konteks fisik (physical context), sehingga makna pesan hanya dapat dipahami dalam konteks pesan tersebut. Dalam komunikasi konteks tinggi, makna terinternalisasikan pada orang yang bersangkutan, dan pesan lebih ditekankan pada aspek non verbal (internalized in the person while very little is in the coded).

Ciri-ciri Komunikasi Konteks Tinggi ada- lah Typically short, pithy, and poetic (komu- nikasinya yang singkat, penuh arti, dan puitis). Komunikasi konteks tinggi sangat mungkin dipahami jika digunakan di dalam kelompoknya sendiri (in group), tidak untuk kelompok luar (outsiders). Komunikasi konteks- tinggi bertipikal sedikit berbicara, implisit, dan puitis. Orang berbudaya kontekstinggi menekankan isyarat kontekstual, sehingga ekspresi wajah, tensi, gerakan, kecepatan interaksi dan lokasi interaksi lebih bermakna. Orang dalam berbudaya konteks-tinggi mengharapkan orang lain memahami suasana hati yang tak terucapkan, isyarat halus dan isyarat lingkungan.

Komunikasi konteks rendah adalah komunikasi yang bersifat langsung, apa adanya, lugas tanpa berbelit-belit. Karakter komunikasi semacam ini biasa terjadi di Barat, mereka tidak suka basa-basi. Pada umumnya, komunikasi konteks rendah ditujukan pada pola komunikasi mode lisan langsung (direct verbal modepembicaraan lurus, kesiapan non verbal (nonverbal immediacy) dan mengirim berorientasi nilai (sender-oriented values). Pengirim bersikap tanggung jawab untuk menyampaikan secara jelas. Dalam komunikasi konteks rendah, pembicara diharapkan untuk lebih bertanggung jawab untuk membangun sebuah kejelasan, pesan yang meyakinkan sehingga pendengar dapat membaca sandi (decode) dengan mudah. Ciri-ciri Komunikasi Konteks Rendah yaitu, must be longer, more elaborated, and explicit (komunikasinya menggambarkan atau menjelaskan hingga cukup tampak rinci dan panjang, dan saat itu juga disampaikan secara eksplisit).

Dalam komunikasi antarbudaya, kesabaran penting untuk memahamai bahasa konteks tinggi dan bahasa konteks rendah. Untuk itu kita sering meng gunakan eufimisme, yaitu ungkapan -ungkapan yang menghaluskan situasi yang sebenarnya buruk, juga kebohongan putih (white lies) untuk tidak menyinggung perasaan atau memperlakukan orang lain. Sebenarnya gaya komunikasi tidak dapat dikategorikan menjadi komunikasi konteks – tinggi dan komunikasi konteks rendah. Namun persepsi budaya dapat menjadi suatu rujukan kenapa hal tersebut menjadi suatu acuan. Meskipun diakui bahwa kedua gaya komunikasi tersebut boleh jadi ada dalam budaya yang sama, tetapi biasanya salah satunya mendominasi (Mulyana, 2010).

METODE

Ditinjau dari jenis datanya pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Adapun yang dimaksud dengan penelitian kualitatif yaitu penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian secara holistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata- kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah (Moleong, 2012).

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Menurut Bogdan dan Tylor (Moleong, 2012) penelitian kualitatif merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata yang tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Penelitian deskriptif ditujukan untuk:(1) mengumpulkan informasi aktual secara rinci yang melukiskan gejala yang ada, (2)          mengidentifikasikan masalah atau me- meriksa kondisi dan praktek-praktek yang berlaku, (3) membuat perbandingan atau evaluasi, (4) menentukan apa yang dilakukan orang lain dalam menghadapi masalah yang sama dan belajar dari pengalaman mereka untuk menetapkan rencana dan keputusan pada waktu yang akan datang (Rakhmat, 2005).

Metode analisis data yang peneliti gunakan adalah metode analisis data deskriptif, karena penelitian ini secara khususnya untuk menjelaskan hal-hal: Mengidentifikasi Penggunaan Komunikasi Verbal dan Nonverbal yang bersifat Fatis di tempat kerja, Mengidentifikasi Penggunaan Komunikasi Verbal dan Nonverbal yang bersifat Fatis dalam Penciptaan Komunikasi Efektif di tempat kerja, Mengidentifikasi Peran Komunikasi Fatis Dalam Pengelolaan hubungan dalam konteks komunikasi Organisasi.

Menurut Arikunto (2005) metode analisis deskriptif merupakan penelitian bukan eksperimen, karena tidak dimaksudkan untuk mengetahui akibat dari suatu perlakuan. Dengan penelitian deskriptif peneliti hanya bermaksud menggambarkan (mendeskripsikan) atau menerangkan gejala yang sedang terjadi.

Bogdan dalam Sugiyono (2008) menyatakan bahwa analisis data adalah proses mencari dan menyusun data secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan bahan-bahan lain, sehingga dapat mudah dipahami dan temuannya dapat diinformasikan kepada orang lain.

Adapun prosedur dalam menganalisis data kualitatif, menurut Miles dan Huberman dalam Sugiyono (2008) sebagai berikut:
1.  Reduksi Data,
2.  Penyajian Data,
3.  Kesimpulan atau Verifikasi,
Berdasarkan keterangan di atas, maka setiap tahap dalam proses tersebut dilakukan untuk mendapatkan keabsahan data dengan menelaah seluruh data yang ada dari berbagai sumber yang telah didapat dari lapangan dan dokumen pribadi, dokumen resmi, gambar, foto dan sebagainya melalui metode wawancara yang didukung dengan studi dokumentasi Bungin (2009).

Dalam usaha mencari keabsahan data dari penelitian ini, maka peneliti berusaha untuk dapat memenuhi standar dengan melakukan triangulasi. Seperti yang dinyatakan oleh Denzin dalam Bungin (2009), maka pelaksanaan teknis dari langkah pengujian keabsahan terdapat empat triangulasi yaitu peneliti, sumber, metode, dan teori.

Penelitian menggunakan triangulasi sumber untuk memeriksa keabsahan data, yaitu dengan membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan berbagai pendapat dan pandangan orang seperti rakyat biasa, orang yang berpendidikan menengah atau tinggi, orang berada, atau orang pemerintahan, yang pada akhirnya akan diketahui berbagai pendapat dan pemikiran yang berbeda.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dalam penelitian ini peneliti menggu- nakan triangulasi sumber, yaitu dengan membandingkan hasil wawancara, observasi partisipan, dan pandangan peneliti sendiri. Pembahasan ini mengangkat mengenai proses dan mengkaitkan dengan teori yang berkaitan tentang hasil proses penelitian tersebut. Telah dijelaskan diawal penelitian in mengangkat tema mengenai Penggunaan dan Peranan Ko- muniksi Fatis yang terjadi di Tempat Kerja. Dalam pembahasan kali ini mengaitkan antara konsep dan hasil yang ada dilapangan di- kaitkan secara lebih dalam lagi.

Pengunaan Komunikasi Fatis di Tempat Kerja

Menurut penelitian yang dilakukan melalui teknik wawancara mendalam dengan para informan, menunjukkan bahwa komunikasi fatis merupakan komuniksi yang sangat berperan dan penting dalam hubungan yang tercipta di tempat kerja. Komunikasi yang terjalin di tempat kerja sangat berbeda jika dibandingkan dengan komunikasi sehari-hari. Dalam komunikasi di tempat kerja, struktur yang mengikat profesi dan posisi atau jabatan seseorang sangat berpengaruh terhadap bagaimana seseorang berinteraksi dengan orang lain. Di tempat kerja, komunikasi interpersonal yang terjalin lebih kompleks dan dinamis dibandingkan dengan komunikasi interpersonal di lingkungan sosial seharu-hari. Hal ini berkaitan dengan hubungan yang terjalin yang sangat berkaitan dengan profesi dan citra seseorang di tempat kerjanya. Untuk itu komunikasi fatis menjadi salah satu cara untuk meningkatkan hubungan di tempat kerja.

Menurut teori mengenai komunikasi fatis, komunikasi fatis merupakan komunkasi dilakukan dalam konteks komunikasi interpersonal untuk komunikasi yang mampu menimbulkan kesenangan diantara pihak yang terlibat. Kesenangan dalam komunikasi interpersonal sangat erat kaitannya dengan bagaimana hubungan yang sedang berlangsung. Kedekatan dalam komunikasi interpersonal dapat memberikan kesenangan yang lebih banyak. Dengan kesenangan dalam hubungan tersebut, maka akan berdampak pada bentuk hubungan yang lebih erat dan intim.

Kesenangan yang dimaksud adalah bentuk basa-basi, saling menyapa, bertegur sapa, menanyakan kabar, komentar mengenai opini terhadap hal-hal yang sedang menjadi topik bahasan ataupun hanya saling melakukan eye contact atau menepuk bahu teman. Hampir setiap hari, sapaan dan small talk atau basa- basi yang dilakukan adalah bentuk komunikasi fatis dengan tujuan untuk menjalin hubungan yang baik dengan lawan bicara.

Kesenangan dalam berkomunikasi tersebut memberikan dampak yang baik dalam hubungan komunikasi internal suatu perusahaan. Konteks komunikasi interpersonal dalam suatu organisasi perlu suatu keterikatan yang khusus dibandingkan dengan kehidupan sosial kebanyakan. Dalam komuniksi organisasi, kesenangan pada berhubungan interpersonal akan berimbas pada efektifitas kinerja para anggota organisasi.

Berdasarkan hasil wawancara dengan para informan, diketahui bahwa komunikasi fatis merupakan komunkasi yang paling sering mereka gunakan untuk menjalin hubungan ataupun untuk mempertahankan hubungan dengan sesama rekan kerja. Komunikasi fatis yang sering dilakukan adalah berbasa-basi dan saling menyapa ketika berpapasan. Bentuk lain dari komuniksi fatis yang sering digunakan adalah menanyakan mengenai beberapa kegiatan yang sering dilakukan. Small talk atau basa-basi yang dilakukan tak jarang berkaitan dengan beberapa hal yang terjadi disekitar, seperti menanyakan jam, menanyakan kabar, berkomentar tentang cuaca hari tersebut, berkomentar mengenai apa yang sedang dilakukan lawan bicara merupakan beberapa bentuk komunikasi fatis yang biasa dilakukan  di tempat kerja.

Berdasarkan hasil penelitian, beberapa komunikasi nonverbal ternyata merupakan bentuk komunikasi fatis yang sering digunakan. Komunikasi nonverbal yang paling sering digunakan adalah saling menyapa diikuti dengan saling bersalaman atau berjabat tangan, menyapa dengan cara menepuk punggung rekan kerja, saling melakukan eye contact atau saling menaikan alis ketika berpapasan, saling melambaikan tangan atau hanya saling senyum ketika bertatap muka. Komunikasi nonverbal dalam konteks komunikasi fatis biasanya merupakan komplemen dari proses komunikasi interpersonal yang dilakukan.

Devito menjelaskan bahwa hubungan komunikasi nonverbal pada interaski melibatkan peserta komunikasi mengirim dan menerima pesan secara simultan dan spontan, baik secara verbal maupun nonverbal. Untuk meningkatkan keefektifan komunikasi antarpribadi, pemanfaatan kekuatan pesan verbal maupun nonverbal, untuk berupaya saling meyakinkan, dengan mengoptimalkan peng- gunaan pesan verbal maupun nonverbal secara bersamaan, saling mengisi, saling memperkuat sesuai dengan tujuan komunikasi (DeVito, 2012).

Dalam dunia kerja, konteks budaya sa- ngat berperan dalam pengelolaan komuniksi fatis. Kebanyakan dalam tempat kerja, para karyawan menjadi dangat fasih berkomunikasi fatis guna untuk meningkatkan hubungan atau hanya untuk menjaga hubungan dengan atasan, sesama rekan kerja atau kepada pelanggan menjadi lebih baik. Latarbelakang konteks budaya sangat berperan dalam pengguanaan komuniksi fatis di tempat kerja. Seseorang yang berasal dari konteks budaya tinggi biasanya lebih fasih dalam penggunaan komuniksi fatis sebagai bentuk komunikasi yang wajib dalam hubungan interpersonal. Bahasa yang digunakan pun memang benar-benar untuk mengungkapkan kedekatan (proximity) yang terjaling antara komunikasi interpersoanal yang ada. Bentuk kedekatan tersebut biasa diperlihatkan dengan sentuhan, intensitas small talk yang lebih sering dan bentuk ekspresi yang lebih terbuka ketika berinteraksi.

Sedangkan untuk beberapa orang dengan latarbelakang konteks budaya rendah, komunikasi fatis menjadi suatu bentuk paksaan atau tekanan dalam hubungan interpersonal yang terjalin. Bagi mereka yang berasal dari konteks budaya rendah, penggunaan komuniksai fatis yang bersifat small talk atau basi-basi sangat tidak efisien dalam hubungan dan hanya membuat mereka merasa tidak nyaman. Pola komunikasi yang terjalin menurut hasil wawancara dengan beberapa informan juga lebih mengarah pada bentuk komuniksi formal. Artinya hubungan yang terjalin juga hanya sebatas hubungan kerjaan dan sebatas menyapa saja. Namun walaupun demikian kominikasi fatis tetap menjadi suatu bentuk komunikasi wajib dalam hubungan interpersonal terutama ditempat kerja.

Peranan Komunikasi Fatis di Tempat Kerja

Berdasarkan hasil wawancara, didapati bahwa para informan secara keseluruhan mengatakan bahhwa peranan dari komunikasi fatis yang mereka lakukan adalah untuk memulai hubungan hingga untuk menjaga hubungan. Komunikasi interpersonal, merupakan komunikasi yang melibatkan antara dua individu. Dalam pengelolaan hubungannya, sering kali terjadi kecanggungan atau ketidak nyamanan dalam hubungan tersebut. Jika suasana canggung terus terjadi, bisa saja tingkatan hubungan yang sudah berlangsung menjadi mundur atau bahkan berakhir. Komunikasi fatis merupakan ice breaking atau pemecah suasana canggung yang kadang terjadi dalam hubungan atau komunikasi interpersonal.

Menurut teori komunikasi interpesonal, kedekatan seseorang dalam suatu hubungan dipengaruhi oleh keterbukaan dan sikap yang positif. Komunikasi fatis merupakan small talk atau basi-basi yang dapat meningkatkan keterbukaan dan memberikan umpan balik yang positif terhadap orang lain. Dalam berkomunikasi, kita selalu memperhatikan umpan balik yang diberikan oleh laawan bicara kita. Dari umpan balik tersebut biasanya kita dapat menentukan apakah komunikasi yang terjadi sudah efektif atau belum. Namun terkadang, komunikasi efektif saja belum cukup untuk dapat menciptakan suasana yang nyaman bagi orang lain. Basa-basi menjadi kata kunci untuk menciptakan suasana tersebut. Basa basi juga harus dilakukan sawajarnya dan tidak berlebihan.

Menurut hasil wawancara dan teori yang digunakan, peranan lain dari penggunaan komunikasi fatis adalah untuk membentuk kesenangan dan menciptakan hubungan yang lebih akrab antara sesama rekan kerja di tempat kerja. Terkadang, banyaknya pekerjaan dan tekanan yang terjadi di tempat kerja membuat seseorang merasa tertekan dan bisa saja stres. Dengan berbasa-basi dengan sesama rekan kerja maka tekanan tersebut dapat berkurang dam menjalin hubungan yang baik dengan rekan kerja. Komunikasi fatis yang dilakukandalam bentuk sapaan atau hanya berbicara santai merupakan cara yang efektif untuk melekatkan hubungan kepada rekan kerja. Keterbukaan yng terjadi seiring dengan komunikasi fatis yang dilakukan menaciptakan suatu kedekatan dalam hubungan komunikasi interpersonal yang terbentuk di tempat kerja.

Penggunaan komunikasi fatis erat kaitannya dengan budaya dan latar belakang seseorang. Basa-basi atau small talk yang dilakukan terkait dengan kontek budaya yang dimiliki oleh tiap individu. Konteks komunikasi di tempat kerja, berbedaan mengenai kontek latar belakang budaya tersebut disesuaikan dengan bagaimana budaya dan iklim dari komunikasi organisasi. Setiap perusahaan memiliki budaya yang berbeda. Budaya organisasi tersebut yang terkadang sangat dominan membentuk pola hubungan komunikasi interpersonal yang terjadi didalamnya.

Pengelolaan hubungan yang didasari oleh komunikasi fatis berkaitan dengan bagai- mana proses komunikasi internal yang berlangsung. Menurut hasil wawancara mendalam dengan para informan di dapati juga bahwa komunikasi fatis memiliki konteks formal ketika bersentuhan dengan komunikasi orga- nisasi. Keakraban atau Proksimity yang terjadi merupakan buah dari bagaimana hubungan interpersonal yang manfaatkan oleh para individu. Dalam berkomunikasi, pola hubungan horizontal memiliki jenis komunikasi fatis yang berbeda dengan pola hubungan komuniksi organisasi internal vertical. Hal tersebut senada dengan apa yang disampaikan oleh Jumanto (2008), bahwa fungsi dan bentuk komunikasi fatis serta keterkaitan keduanya dengan situasi informal dan formal.

Pada komunikasi horizontal, komunikasi fatis yang digunakan berperan sebagai penguat hubungan dalam komunikasi interpersonal. Seorang karyawan dengan senang hati akan langsung menegur rekan kerjanya jika mereka memiliki hubungan yang cukup casual. Ini menunjukkan bahwa interaksi yang terjaling lebih mementingkan bagaimana proses hubungan tersebut diperkuat oleh sapaan dan percakapan sebelum memulai rutinitas kerja setiap hari.

Pada komunikasi vertical yang melibatkan komunikasi fatis, seorang karyawan menempatkan diri sebagai seornag pribadi yang ramah dan di senangi oleh atasan. Pola hubungan yang dilakukan bisa dikategorikan untuk mempertahankan hubungan yang telah berlangsung. Persamaan makna yang menjadi focus interaksi lebih pada bagaimana agar pesan dapat di sampaikan dengan efektif dan terjadi persamaan makna.

SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian, didapati beberapa kesimpulan yang merangkum mengenai penggunaan dan peran komuniasi fatis yang terjadi di tempat kerja. Beberpa kesimpulan tersebut adalah:
1.          Penggunaan komunikasi fatis sangat sering terjadi di tempat kerja, karena dianggap sebagai pembuka dalam hubungan yang lebuh akrab.
2.          Komunikasi fatis sangat berperan dalam pembentukan hubungan dan mencipta- kan hubungan yang erat antar sesama rekan kerja.
3.          Konteks budaya seseorang sangat berperan dalam penggunaan komunikasi fatis, seseorang dengan konteks budaya tinggi cenderung lebih sering meng- gunakan komunikasi fatis dalam hubungan komuniksi interpersonalnya.

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi awal untuk penelitian-penelitian yang membahas mengenai komunikasi interpersonal dalam kaitan dengan komunikasi fatis khususnya di tempat kerja. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi awal dalam pengelolaan hubngan komunikasi interpersonal yang terjadi di tempat kerja.

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto. 2005. Manajemen Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.
Aw, Suranto. 2011. Komunikasi Interpersonal.
Yogyakarta: Graha Ilmu
Bungin, Burhan. 2009. Penelitian Kualitatif.
Jakarta: Kencana
Devito, Joseph.A. 2012. The Interpersonal Communication Book, 13th Edition. NYC: Longman
Effendy, O. U. 2011. Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Flick, U. 2008. An Introduction to Qualitative Research. Second Edition. London: SAGE Publications Ltd.
Jumanto. 2008. Komunikasi Fatis di Kalangan Penutur Jati Bahasa Inggris. Semarang: World Pro.

Kriyantono, Rachmat. 2012. Teknik Praktis Riset Komunikasi. Jakarta: Kencana.
Liliweri, Alo. 2009. Makna Budaya Dalam Komunikasi Antarbudaya. Yogyakarta: LKIS
Moleong, Lexy J. 2012. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Mulyana, Deddy. 2010. Komunikasi Bisnis Lintas Budaya, Bandung: RosdaKarya
Neuman, L.W. 2006. Social Research Methods: Qualitative and Quantitative Approaches. Pearson Education Inc.
Purwanto, Djoko. 2006. Komunikasi Bisnis.
Jakarta: Erlangga
Rakhmat, J. 2005. Metode Penelitian Komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Robbins, S. P., & Coulter, M. 2007. Manajemen.
Jakarta: PT Indeks
Sarwono, Sarlito W dan Meinarno, Eko A. 2009.
Psikologi Sosial. Jakarta: Salemba Humanika.
Senft, Gunter. 2009. Phatic Communion. Max Planck Institute for Psycholinguistics, Nijmegen
Sugiyono. 2008. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alphabeta
Tubbs, Stewart L., Moss, Sylvia. 2012. Human Communication: Principle and Context 13th Edition. McGraw-Hill Education
Wiryanto.  2006.  Pengantar  Ilmu  Komunikasi.
Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia.
Zegarac, Vladimir. 2009. What is Phatic Communication, Cambridge Journal Online.

Review yang kami dapat dari jurnal diatas sebagai berikut :
Saran kelompok kami untuk Jurnal dengan judul PENGGUNAAN KOMUNIKASI FATIS
DALAM PENGELOLAAN HUBUNGAN DI TEMPAT KERJA sebaiknya : karyawan mengembangkan komunikasi agar hubungan pekerja lebih terjalin dengan baik. Karena komunikasi fatis merupakan komuniksi yang sangat berperan dan penting dalam hubungan yang tercipta di tempat kerja. Komunikasi yang terjalin di tempat kerja sangat berbeda jika dibandingkan dengan komunikasi sehari-hari. Dalam komunikasi di tempat kerja, struktur yang mengikat profesi dan posisi atau jabatan seseorang sangat berpengaruh terhadap bagaimana seseorang berinteraksi dengan orang lain. Di tempat kerja, komunikasi interpersonal yang terjalin lebih kompleks dan dinamis dibandingkan dengan komunikasi interpersonal di lingkungan sosial sehari-hari.