Minggu, 08 Oktober 2017

Tugas 1 Komunikasi Bisnis : Review Jurnal Komunikasi Bisnis

Dalam rangka pelaksanaan tugas softskill Komunikasi Bisnis, maka kami melakukan review pada jurnal berikut ini :



1
 
PENGGUNAAN KOMUNIKASI FATIS
DALAM PENGELOLAAN HUBUNGAN DI TEMPAT KERJA

Sari Ramadanty
Bina  Nusantara  University Jakarta

Abstract: This study aims to identify the use of Verbal and Nonverbal Communication  nature  of phatic communication in building relationships and developing relationships  in  the  workplace. This study also look at the context of the relationship Management Organizational Commu- nication. This study was conducted to obtain a description of the role of verbal and nonverbal communication in the context of fascist communication and how to build interpersonal relationships that occur in the workplace. From the research, it was found that the use of fascist komunilasi very often occur in the workplace, because it is considered as an opener in a more intimate relationship. Phatic communication is important in making a relationship and create a close relationship between co-workers. Cultural context of  someone very important role in  the  use of phatic communication, someone with high-context culture tends to  be  more frequent  use fascist communication communicates interpersonal  relationships. But  for  those who  are  on  a low cultural  context  also  puts  phatic  communication  to  connect  with  colleagues  in  the  interest of the work. The conclusion of this study, phatic communication is essential in building and managing relationships. This also applies in the  workplace, phatic  communication context is  also related to the management of verbal and non-verbal language.

Key Words: interpersonal communication, phatic communication, verbal and non-verbal communication


Abstrak: Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi Penggunaan Komunikasi Verbal  dan  Nonverbal yang  bersifat Komunikasi Fatis dalam membangun hubungan serta mengembangkan hubungan     di tempat kerja. Penelitian ini juga melihat Pengelolaan hubungan pada konteks Komunikasi Organisasi. Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan deskripsi  mengenai  peranan  komuni- kasi verbal dan nonverbak dalam konteks komunikasi fatis serta bagaimana membangun hubu- ngan secara interpersonal yang terjadi di tempat kerja. Dari hasil penelitian didapati bahwa Penggunaan komunilasi fatis sangat sering terjadi ditempat kerja, karena dianggap sebagai pembuka dalam hubungan yang lebih akrab. Komunikasi fatis sangat berperan dalam pem- bentukan hubungan dan menciptakan hubungan yang erat antar sesama rekan kerja. Konteks budaya seseorang sangat berperan dalam penggunaan komunikasi fatis, seseorang dengan konteks budaya tinggi cenderung lebih sering menggunakan komunikasi fatis dalam hubungan komuniksi interpersonalnya. Namun bagi mereka yang berada pada konteks  budaya  rendah juga menempatkan komunikasi fatis untuk berhubungan dengan para rekan kerja dalam kepentingan pekerjaan. Kesimpulan dari penelitian ini, komunikasi fatis sangat penting dalam membangun dan pengelolaan hubungan. Hal tersebut juga berlaku di tempat kerja, konteks komunikasi fatis juga berkaitan dengan pengelolaan bahasa verbal dan non verbal.

Kata Kunci: komunikasi interpersonal, komunikasi fatis, komunikasi verbal dan non verbal


PENDAHULUAN

 

Komunikasi merupakan bagian paling mendasar dalam kehidupan manusia. Komunikasi yang memungkinkan manusia membangun suatu kerangka rujukan dan menggunakannya sebagai panduan untuk menafsirkan situasi apapun yang mereka hadapi. Dengan komunikasi, manusia mempelajari dan menerapkan cara-cara untuk mengatasi permasalahan dalam kehidupan sosial (Mulyana, 2010).

Komunikasi antarpribadi dianggap sebagai salah satu strategi untuk membangun dan mempertahankan hubungan yang efektif antara organisasi dengan publik. Komunikasi antar pribadi memiliki fungsi untuk membantu mengumpulkan informasi mengenai individu sehingga dapat memprediksikan respon yang akan timbul. Hal tersebut didukung oleh Wiryanto (2006: 32), komunikasi antarpribadi sebagai komunikasi yang berlangsung dalam situasi tatap muka antara dua orang atau lebih, baik secara teroganisasi maupun pada kerumunan orang.

Komunikasi memiliki peranan penting, terutama pada konteks komunikasi di tempat kerja. Dalam komunikasi organisasi, setiap individu dalam organisasi tersebut mendapat- kan komunikasi untuk menjalankan fungsi dan tugas masing-masing. Komunikasi tersebut dikelola dengan Komunikasi Internal. Komunikasi internal menjadi suatu hal yang penting dalam sebuah perusahaan. Komunikasi internal merupakan proses pertukaran informasi dan komunikasi di antara pimpinan dan para karyawan dalam suatu perusahaan yang menyebabkan terwujudnya struktur yang khas dan pertukaran gagasan secara horizontal dan vertikal yang menyebabkan pekerjaan dapat berlangsung secara efektif (Effendy, 2004).

Ketika seseorang beinteraksi dengan orang lain, maka saat itulah komunikasi mengambil peranan penting dalam hubungan yang tercipta. Komunikasi yang sedang berlangsung antar individu terbagi atas apa yang dimaksud dengan komunikasi verbal atau pun komunikasi non verbal. Komunikasi verbal adalah komunikasi yang bersifat lisan atau komunikasi dengan menggunakan kata-kata (lisan) maupun tulisan (Devito, 2012). Melalui kata-kata, mereka mengungkapkan perasaan, emosi, pemikiran, gagasan, atau maksud mereka, menyampaikan fakta, data, dan informasi serta menjelaskannya, saling bertukar perasaan dan pemikiran.

Komunikasi nonverbal identik dengan komunikasi tanpa menggunakan kata-kata atau lebih menekankan terhadap pemaknaan simbol-simbol yang berlaku di sosial masyarakat. Baik komunikasi verbal maupun komunikasi non verbal memiliki fungsi yang saling terkait pada komunikasi yang dilakukan dalam sebuah interaksi. Menurut penelitian mengenai komunikasi verbal dan non verbal menunjukkan bahwa 80% komunikasi antara manusia dilakukan secara non verbal.

Komunikasi dikatakan baik apabila komunikasi itu efektif. Dengan komunikasi yang efektif diharapkan pesan yang disampaikan dapat diterima dengan baik oleh komunikan. Salah satu indikator keefektifan komunikasi adalah apabila memenuhi sejumlah syarat tertentu, dimana salah satunya adalah komunikasi yang mampu menimbulkan kesenangan diantara pihak yang terlibat di dalamnya.

Upaya untuk menimbulkan rasa kesenangan saat berkomunikasi adalah dengan menggunakan apa yang disebut dengan komu- nikasi fatis (phatic communication). Menurut Vladimir Zegarac dalam “What is Phatic Communication” Upaya untuk menimbulkan rasa kesenangan saat berkomunikasi adalah dengan menggunakan apa yang disebut dengan komunikasi fatis (phatic communication) (2009). Yaitu suatu kondisi dimana komunikasi yang berlangsung tidak bertujuan untuk memperoleh suatu informasi yang berarti melainkan hanya untuk menimbulkan kesenangan di antara pihak yang terlibat didalamnya semata.

Meskipun komunikasi fatis ini cukup jarang dibicarakan dalam kajian komunikasi, namun keberadaan komunikasi fatis di sekitar lingkungan sosial ternyata sangat diperlukan dan mudah ditemukan. Misalnya seseorang menanyakan kabar dari lawan bicaranya, maka sebenarnya hal itu hanya merupakan basa-basi saja. Si penanya tidak bermaksud benar-benar ingin mencari tahu bagaimana kabar lawan bicaranya, melainkan hanya ingin menimbulkan suasana keakraban semata.

Komunikasi fatis sebenarnya mencakup seluruh ruang lingkup komunikasi. Namun, komunikasi fatis biasanya dilakukan melalui komunikasi verbal dan nonverbal. Bentuk komunikasi nonverbal adalah sentuhan di pundak atau di punggung lawan bicara juga dapat mengekspresikan gaya komunikasi fatis. Meskipun komunikasi fatis ini cukup jarang dibicarakan dalam kajian komunikasi, namun keberadaan komunikasi fatis disekitar lingkungan sosial ternyata sangat diperlukan dan mudah ditemukan.

Menurut Tubbs dan Sylvia Moss (2009), Komunikasi fatis sangat berguna untuk mempertahankan kelangsungan hubungan sosial dalam keadaan yang baik dan menyenangkan. Hubungan yang baik dan menyenangkan ini sangat diperlukan bagi seseorang untuk mengembangkan kepribadiannya.

Komunikasi fatis sangat lekat dengan pengaruh budaya masing-masing individu. Adanya perbedaan konteks komunikasi dalam keberagaman komunikasi antar budaya terkadang menjadikan komunikasi yang berjalan tidak efektif. Hal ini terjadi karena keberagaman budaya yang melatarbelakangi individu sangat berperan terhadap gaya komunikasi seseorang. Gaya komunikasi ini juga akan berpengaruh ketika individu berbaur di tempat kerja. Asumsi tersebut menghantarkan pada satu pemikiran bahwa komunikasi fatis dapat memunculkan komunikasi yang efektif dalam interaksi antara komunikator dan komunikan, baik bersifat pribadi ataupun kelompok dalam konteks organisasi.


Berdasarkan pembahasan diatas maka penelitian ini membahas menganai “Analisis Penggunaan Komunikasi Fatis di Tempat Kerja”. Penelitian ini bertujuan secara khususnya untuk menjelaskan hal-hal: Mengidentifikasi Penggunaan Komunikasi Verbal dan Nonverbal yang bersifat Fatis di tempat kerja, Mengidentifikasi Penggunaan Komunikasi Verbal dan Nonverbal yang bersifat Fatis dalam Penciptaan Komunikasi Efektif di tempat kerja, Mengidentifikasi Peran Komunikasi Fatis Dalam Pengelolaan hubungan dalam konteks komunikasi Organisasi.
Secara umum dari hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan untuk mendapatkan deskripsi mengenai peranan komunikasi verbal dan nonverbak dlam konteks komunikasi fatis yang terjadi di tempat kerja. Secara khusus penelitian ini ingin melihat penggunaan komunikasi fatis digunakan dalam pengolahan hubu- ngan, khususnya dalam konteks komunikasi interpersonal.

Penelitian ini membatasi ruang lingkup pada komunikasi interpersonal beberapa profesi pekerjaan yang melibatkan konteks komunikasi verbal dan non verbal dalam komunikasi fatis. Hal ini berkaitan dengan pola hubungan interpersonal yang terjadi sehari. Tanpa disadari komunikasi fatisi banyak mengambil peranan penting dalam pembentukan dan pengelolaan hubungan. Peneliti menyadari bahwa penelitian ini merupakan sebuah studi pendahuluan, yang nantinya dapat dilakukan pada ruang lingkup yang lebih luas lagi, untuk membuktikan komunikasi fatis memiliki pengaruh terhadap pengelolaan hubungan yang tercipta dari komuniksi interpersonal di tempat kerja dengan metode observasi yang lebih mendalam.

TINJAUAN PUSTAKA

Komunikasi
      Komunikasi merupakan penyampaian dan pemahaman suatu maksud. Jika tidak ada informasi atau ide yang disampaikan, komu- nikasi tidak terjadi. Agar komunikasi berhasil, maksud harus ditanamkan dan dipahami (Robbins, Coulter, 2007).
Dapat disimpulkan bahwa pentingnya komunikasi yang terjalin dengan baik antar setiap pribadi dalam suatu organisasi menjadi perhatian serius, karena jika makna dalam pesan yang disampaikan tidak sesuai dengan maksud dari penyampai pesan, hal tersebut akan menimbulkan masalah yakni perbedaan pemahaman maksud. Perbedaan pemahaman maksud tersebut dapat memicu kesalahpahaman dalam menerima pesan dan membuat pesan yang dimaksud tidak tersampaikan dengan baik.

Terdapat empat fungsi utama komunikasi menurut Robbins dan Coulter (2007) adalah :
a.    Kontrol
Komunikasi bertindak sebagai kontrol perilaku anggota dalam berbagai cara

b.    Motivasi
Komunikasi mendorong motivasi dengan menjelaskan pada karyawan apa yang harus diselesaikan, seberapa baik mereka melakukannya, dan apa yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kinerja jika tidak sejajar. Ketika karyawan menetapkan tujuan tertentu, bekerja untuk tujuan itu, dan menerima umpan balik dari perkembangan tujuan itu, maka komunikasi diperlukan.

c.     Ekspresi emosional
Komunikasi yang terjadi di dalam kelompok adalah mekanisme fundamental di mana anggotanya berbagi rasa frustasi dan perasaan puas. Komunikasi memberikan penyaluran perasaan bagi ekspresi emosional dan untuk memenuhi kebutuhan sosial.

d.    Informasi
Individu dan kelompok memerlukan informasi untuk menyelesaikan sesuatu dalam organisasi.  Komunikasi menyediakan informasi tersebut.

Komunikasi Antar Pribadi

Komunikasi antarpribadi (interpersonal communication) merupakan komunikasi yang berlangsung dalam situasi tahap muka antara dua orang atau lebih, baik secara teroganisasi maupun pada kerumunan orang (Wiryanto, 2006). Komunikasi antarpribadi (interpersonal communication) adalah komunikasi antara orang-orang secara tatap-muka, yang memung- kinkan setiap pesertanya menangkap reaksi orang lain secara langsung, baik secara verbal ataupun nonverbal (Mulyana, 2010: 81).

  Menurut Devito (2012) dalam bukunya The Interpersonal Communication Book, Komunikasi didefinisikan sebagai: “Proses pengiriman dan penerimaan pesan-pesan antara dua orang atau di antara sekelompok kecil orang-orang, dengan beberapa efek dan beberapa umpan balik seketika”. (The process of sending and receiving messages, between two persons, or among a small group of person, with same effect and same immediate feedback).

Pengertian Komunikasi Antarpribadi yang digunakan dalam penelitian ini adalah proses pengiriman dan penerimaan pesan-pesan antara dua orang atau lebih yang berlangsung secara tatap muka dan memungkinkan pesertanya menangkap reaksi orang lain dan mendapatkan umpan balik pada waktu itu juga, baik secara verbal atau nonverbal.

Ciri-Ciri Komunikasi Antarpribadi

Aw (2011) mengemukakan bahwa apa- bila diamati dan dikomparasikan dengan jenis komunikasi lainnya, maka dapat dikemukakan lima ciri-ciri komunikasi antarpribadi, antara lain:
1.          Arus pesan dua arah. Komunikasi antarpribadi menempatkan sumber pesan dan penerima dalam posisi yang sejajar, sehingga memicu terjadinya pola  penyebaran pesan     mengikuti arus dua arah.
2.   Suasana nonformal. Komunikasi antar- pribadi biasanya berlangsung dalam suasana nonformal.
3.          Umpan balik segera. Komunikasi antar- pribadi biasanya mempertemukan para pelau komunikasi secara bertatap muka, maka umpan balik dapat diketahui de- ngan segera, baik secara verbal maupun nonverbal.
4.          Peserta komunikasi berada dalam jarak yang dekat. Komunikasi antarpribadi menuntut agar peserta komunikasinya berada dalam jarak dekat, baik jarak fisik maupun psikologis. Jarak yang dekat dalam arti fisik, artinya para pelaku saling bertatap muka, berada pada satu lokasi tempat tertentu dan secara psikologis menunjukkan keintiman hubungan antarindividu.
5. Peserta komunikasi mengirim dan menerima pesan secara simultan dan spontan, baik secara verbal maupun nonverbal. Untuk meningkatkan keefektifan komunikasi antarpribadi, pemanfaatan kekuatan pesan verbal maupun nonverbal, untuk berupaya saling meyakinkan, dengan mengoptimalkan penggunaan pesan verbal maupun nonverbal secara bersamaan, saling mengisi, saling memperkuat sesuai dengan tujuan komunikasi.

Devito (2012) mengemukakan bahwa komunikasi Interpersonal adalah komunikasi yang terjadi antara dua orang atau lebih yang mempunyai hubungan yaqng mantap dan jelas. Komunikasi interpersonal adalah termasuk pesan pengiriman dan penerimaan pesan antara dua atau lebih individu. Hal ini dapat mencakup semua aspek komunikasi seperti mendengarkan, membujuk, menegaskan, komunikasi nonverbal, dan banyak lagi. Sebuah konsep utama komunikasi interpersonal terlihat pada tindakan komunikatif ketika ada individu yang terlibat tidak seperti bidang komunikasi seperti interaksi kelompok, dimana mungkin ada sejumlah besar individu yang terlibat dalam tindak komunikatif (Sarwono, 2009).

Mulyana (2010) menyatakan “komunikasi antarpribadi (interpersonal communication) adalah komunikasi antara orang-orang secara tatap muka, yang memungkinkan setiap pesertanya menangkap reaksi orang lain secara langsung, baik verbal ataupun nonverbal”. Pada dasarnya ada dua bentuk dasar komunikasi yang lazim digunakan dalam dunia bisnis, yaitu komunikasi verbal dan nonverbal (Purwanto, 2006:5).

1.          Komunikasi Verbal (verbal communica- tion)
Komunikasi Verbal (Verbal communicaton) merupakan salah satu salah satu bentuk komunikasi yang lazim di gunakan untuk menyampaikan pesan-pesan bisnis kepada pihak lain melalui tulisan mau- pun lisan. Bentuk komunikasi ini memiliki struktur yang teratur dan terorganisi dengan baik, komunikasi bisnis yang efektif sangat tergantung pada kete- rampilan seseorang dalam mengirim atau menerima pesan. Secara umum untuk menmyampaikan pesan-pesan bisnis, seseorang dapat menggunakan tulisan dan lisan. Sedangkan untuk menerima pesan-pesan bisnis, seseorang dapat menggunakan pendengaran dan bacaan.

2.         Komunikasi Nonverbal (Non Verbal com- munication)
Menurut teori Antropologi, manusia menggunakan kata-kata, manusia telah menggunakan gerakan-gerakan tubuh, bahasa tubuh (body language) sebagai alat komunikasi dengan orang lain.

Di dalam suatu badan yang memiliki tu- juan untuk mensejahterakan anggotanya pada khususnya dan masyarakat pada umumnya, maka komunikasi sangat dibutuhkan untuk meyakinkan konsumen agar konsumen merasa nyaman dan memutuskan untuk membeli ke- butuhan atau produk yang mereka butuhkan  di tempat tersebut.

Karakteristik Komunikasi Antarpribadi

Pearson dalam Aw (2011) menyebutkan ada enam karakteristik komunikasi antarpribadi, yaitu:
1.         Komunikasi antarpribadi dimulai dengan diri sendiri (self). Artinya bahwa segala bentuk proses penafsiran pesan maupun penilaian mengenai orang lain, berangkat dari diri sendiri.
2.         Komunikasi antarpribadi bersifat transaksional. Ciri komunikasi seperti ini terlihat dari kenyataan bahwa komunikasi antarpribadi bersifat dinamis, merupakan pertukaran pesan secara timbal balik dan berkelanjutan.
3.         Komunikasi antarpribadi menyangkut aspek isi pesan dan hubungan antarpribadi. Bahwa efektivitas komunikasi antarpribadi tidak hanya ditentukan oleh kualitas pesan, melainkan juga ditentukan dari kadar hubungan antar individu.
     4.          Komunikasi antarpribadi mensyaratkan adanya kedekatan fisik antara pihak-pihak yang berkomunikasi, dengan saling bertatap muka. 
   5.    Komunikasi antarpribadi menempatkan kedua belah pihak yang berkomunikasi saling tergantung satu dengan lainnya (interdependensi), bahwa komunikasi antarpribadi melibatkan ranah emosi, sehingga terdapat saling ketergantungan emosional di antara pihak-pihak yang berkomunikasi.
     6.     Komunikasi antarpribadi tidak dapat diubah maupun diulang. Artinya, ketika seseorang sudah terlanjur mengucapkan sesuatu kepada orang lain, maka ucapan itu sudah tidak dapat diubah atau diulang, karena sudah terlanjur diterima oleh komunikan.

Efektifitas Komunikasi Interpersonal

Dalam penelitian ini komunikasi interpersonal diukur dengan menggunakan skala komunikasi interpersonal yang disusun berdasarkan efektivitas komunikasi interpersonal oleh Devito (2012) yang meliputi:
1.               Keterbukaan (openness)
Kedekatan antar pribadi mengakibat- kan seseorang bias dan mampu menyatakan pendapatnya dengan bebas dan terbuka. Kebebasan dan keterbukaan akan memengaruhi berbagai variasi pesan baik verbal maupun nonverbal.
2.               Perilaku positif (positiviness)
Komunikasi interpersonal akan ber- hasil jika terdapat perhatian yang positif terhadap diri seseorang, komunikasi interpersonal akan terpelihara baik jika suatu perasaan positif terhadap orang lain itu dikomunikasikan, suatu perasaan positif dalam situasi umum amat bermanfaat untuk mengefektifkan kerjasama.
3.               Empati (empathy)
Kemampuan memproyeksikan diri kepada peranan orang lain maupun mencoba merasakan dalam cara yang sama dengan perasaan orang lain.
4.               Sikap positif (positiveness)
Sikap positif mengacu pada sedikitnya dua aspek dari komunikasi interpersonal. Pertama, komunikasi interpersonal terbina jika seseorang memiliki sikap positif terhadap diri mereka sendiri. Kedua, perasaan positif untuk situasi komunikasi pada umumnya sangat penting untuk interaksi yang efektif
5.               Kesetaraan (Equality)
Dalam setiap situasi, barangkali terjadi ketidaksetaraan. Salah seorang mungkin lebih pandai. Lebih kaya, lebih tampan atau cantik, atau lebih atletis daripada yang lain. Tidak pernah ada dua orang yang benar-benar setara dalam segala hal.

Komunikasi Organisasi Internal

Menurut Brennan dalam Effendy (2004), komunikasi internal adalah proses pertukaran informasi dan komunikasi di antara pimpinan dan para karyawan dalam suatu perusahaan yang menyebabkan terwujudnya struktur yang khas (organisasi) dan pertukaran gagasan secara horizontal dan vertikal yang menyebabkan pekerjaan dapat berlangsung secara efektif.
Menurut Effendy (2011) dalam upaya menyampaikan pesan, ide, gagasan serta informasi lainnya dapat terjadi dalam kontek secara vertikal dan horizontal, maupun terjadi komunikasi internal sebagai berikut :
a.         Komunikasi Vertikal
Komunikasi vertikal adalah komunikasi dari atas ke bawah dan sebaliknya adalah komunikasi dari pimpinan kepada bawahan dan dari bawahan kepada pimpinan secara timbal balik. Pimpinan perlu mengetahui laporan, tanggapan, atau saran para karyawan sehingga suatu kebijaksanaan dapat diambil dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
b.         Komunikasi Horizontal
Komunikasi horizontal adalah komunikasi secara mendatar, antar anggota staf dengan anggota staf, karyawan sesama karyawan, dan sebagainya. Komunikasi horizontal seringkali berlangsung tidak formal, mereka berkomunikasi satu sama lain bukan pada waktu mereka sedang bekerja, melainkan pada saat istirahat, sedang rekreasi atau pada waktu pulang kerja.


Komunikasi Fatis

Vladimir Zegarac (2009), apa itu komu- nikasi fatis atau What is Phatic communication adalah pertanyaan untuk jawaban yang dapat diberikan dalam suatu konteks penjelasan mengenai tingkah laku yang bersifat komu- nikatif. Ada sedikit bantahan bahwa teori prag- matis harusnya memiliki suatu istilah untuk menyebutkan jenis bahasa yang digunakan tersebut. Pertama, pertukaran bersifat fatis sangat umum dalam kehidupan sehari-hari. Jadi, pendekatan logis (plausible) dari interaksi verbal dapat menjelaskannya. Kedua, hubu- ngan yang bersifat fatis memunculkan kesulitan- kesulitan yang spesifik untuk analisis prag- matis. Jadi, ada suatu istilah untuk mengatakan tentangnya dimana seseorang tidak akan benar-benar membutuhkan istilah tersebut untuk disebutkan dengan tipe-tipe hubungan lainnya. Ketiga, komunikasi fatis sering di- singgung dan kadang-kadang dijelaskan namun memang belum pernah dijelaskan secara terperinci.
Komunikasi fatis dalam bahasa Inggris disebut juga small talk atau chit chat. Orang- orang menyadari bahwa beberapa ungkapan seperti, “hari yang cerah, bukan?” dan “bagai- mana dengan liburanmu?” adalah percakapan yang bersifat social. Mereka juga memahami cara melakukan komunikasi fatis tertentu yang mempersyaratkan terlibatnya mental dan memakan waktu. Komunikasi Fatis adalah komunikasi yang bertujuan untuk menimbul- kan kesenangan diantara pihak-pihak yang terlibat didalamnya (Devito, 2012).
‘Phatic communion serves to establish bonds of personal union between people brought together by the mere need of companionship and does not serve any purpose of communicating ideas.

Malinowski dalam jurnal Phatic Communion (Senft, 2009), menjelaskan bahwa komu nikasi fatis adalah komunikasi yang tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan sehari-hari. Penggunaan komunikasi fatis kita dengan orang lain sanagat terkait dengan bagaimana budaya kita berperan membantuknya. Lebih lanjut Malinowski menjelaskan bahwakomunikasi fatis bisa jadi bukan hanya bentuk basa-basi atau small talk dalam proses komuniasi tersebut, tetapi bisa menjadi pembentuk hubungan antar individu.

Menurut Fawcett dalam Senft (2009), komunikasi fatis bukanlah mengenai pembagian informasi saat kita mengatakan “hari sangat cerah” sementara kelihatannya hujan akan turun segera, yang berarti tujuan informasinya lemah. (… it is not that we are not sharing information when we say nice day but it looks as if it may rain soon, but that the informational purpose is rather weak).

Jumanto (2008) mendeskripsikan fungsi dan bentuk komunikasi fatis serta keterkaitan keduanya dengan situasi informal dan formal. Selain itu, Jumanto juga mendeskripsikan elaborasi empat tipe petutur dalam hal kuasa dan solidaritas seperti yang dingkapkan Brown dan Gilman. Menurutnya, bentuk komunikasi fatis terdiri atas tiga struktur, yaitu pembuka, isi, dan penutup percakapan, yang masing- masing mengambil fungsi untuk memecahkan kesenyapan, memulai percakapan, melakukan basa-basi dan sopan santu, menjaga agar percakapan tetap berlangsung, mengungkapkan solidaritas, menciptakan harmoni dan perasaan nyaman, serta mengungkapkan empati, persahabatan, penghormatan dan kesantunan. Fungsi tersebut mencakup kuasa dan solidaritas yang ada dalam diri petutur, dan situasi informal dan formal.

Zegarac menyatakan bahwa komunikasi fatis sebagai institusi sosial (Phatic communication as a social institution). Sebagai institusi sosial dalam proses penginstitusiannya memiliki dua tipe, yaitu standarisasi (standardzation) dan konvensionalisasi (conventionalization). Standarisasi berarti bahwa dalam komunikasi fatis interpretasi yang terjadi dalam makna yang terungkap dan dipahami tanpa ada konvensional. Sedangkan Konvensionalisasi yaitu komunikasi fatis yang dilakukan dengan ekspresi yang bersifat konvensional, seperti penggunaan kata hai dan halo.

Budaya High Contex dan Low Contex
Komunikasi Antarbudaya menjelaskan tentang komunikasi antarbudaya yaitu merupakan interaksi dan komunikasi antarpribadi yang dilakukan oleh beberapa orang yang memilki latarbelakang kebudayaan yang berbeda (Liliweri, 2009). Salah satu analisis mengenai perbedaan gaya berkomunikasi dikemukakan oleh Hall dalam Andriani (2012). Menurut Hall budaya dapat diklasifikasikan kedalam gaya komunikasi konteks tinggi dan gaya komunikasi konteks rendah. Dalam budaya konteks tinggi, maka terinternalisasi pada orang yang bersangkutan, dan pesan nonverbal lebih ditekankan. Kebanyakan masyarakat berbudaya konteks tinggi mengidentifikasi hubungan dengan melibatkan komunikasi non verbal sebagai pemaknaan dalam berhubungan.

Komunikasi konteks tinggi adalah komu- nikasi yang bersifat bias makna dan ambigu, yang menuntut penerima pesan agar menafsirkannya sendiri. Komunikasi konteks tinggi bersifat tidak langsung, tidak apa adanya. Komunikasi konteks tinggi mengandung pesan implisit dan banyak terdapat dalam konteks fisik (physical context), sehingga makna pesan hanya dapat dipahami dalam konteks pesan tersebut. Dalam komunikasi konteks tinggi, makna terinternalisasikan pada orang yang bersangkutan, dan pesan lebih ditekankan pada aspek non verbal (internalized in the person while very little is in the coded).

Ciri-ciri Komunikasi Konteks Tinggi ada- lah Typically short, pithy, and poetic (komu- nikasinya yang singkat, penuh arti, dan puitis). Komunikasi konteks tinggi sangat mungkin dipahami jika digunakan di dalam kelompoknya sendiri (in group), tidak untuk kelompok luar (outsiders). Komunikasi konteks- tinggi bertipikal sedikit berbicara, implisit, dan puitis. Orang berbudaya kontekstinggi menekankan isyarat kontekstual, sehingga ekspresi wajah, tensi, gerakan, kecepatan interaksi dan lokasi interaksi lebih bermakna. Orang dalam berbudaya konteks-tinggi mengharapkan orang lain memahami suasana hati yang tak terucapkan, isyarat halus dan isyarat lingkungan.

Komunikasi konteks rendah adalah komunikasi yang bersifat langsung, apa adanya, lugas tanpa berbelit-belit. Karakter komunikasi semacam ini biasa terjadi di Barat, mereka tidak suka basa-basi. Pada umumnya, komunikasi konteks rendah ditujukan pada pola komunikasi mode lisan langsung (direct verbal modepembicaraan lurus, kesiapan non verbal (nonverbal immediacy) dan mengirim berorientasi nilai (sender-oriented values). Pengirim bersikap tanggung jawab untuk menyampaikan secara jelas. Dalam komunikasi konteks rendah, pembicara diharapkan untuk lebih bertanggung jawab untuk membangun sebuah kejelasan, pesan yang meyakinkan sehingga pendengar dapat membaca sandi (decode) dengan mudah. Ciri-ciri Komunikasi Konteks Rendah yaitu, must be longer, more elaborated, and explicit (komunikasinya menggambarkan atau menjelaskan hingga cukup tampak rinci dan panjang, dan saat itu juga disampaikan secara eksplisit).

Dalam komunikasi antarbudaya, kesabaran penting untuk memahamai bahasa konteks tinggi dan bahasa konteks rendah. Untuk itu kita sering meng gunakan eufimisme, yaitu ungkapan -ungkapan yang menghaluskan situasi yang sebenarnya buruk, juga kebohongan putih (white lies) untuk tidak menyinggung perasaan atau memperlakukan orang lain. Sebenarnya gaya komunikasi tidak dapat dikategorikan menjadi komunikasi konteks – tinggi dan komunikasi konteks rendah. Namun persepsi budaya dapat menjadi suatu rujukan kenapa hal tersebut menjadi suatu acuan. Meskipun diakui bahwa kedua gaya komunikasi tersebut boleh jadi ada dalam budaya yang sama, tetapi biasanya salah satunya mendominasi (Mulyana, 2010).

METODE

Ditinjau dari jenis datanya pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Adapun yang dimaksud dengan penelitian kualitatif yaitu penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian secara holistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata- kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah (Moleong, 2012).

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Menurut Bogdan dan Tylor (Moleong, 2012) penelitian kualitatif merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata yang tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Penelitian deskriptif ditujukan untuk:(1) mengumpulkan informasi aktual secara rinci yang melukiskan gejala yang ada, (2)          mengidentifikasikan masalah atau me- meriksa kondisi dan praktek-praktek yang berlaku, (3) membuat perbandingan atau evaluasi, (4) menentukan apa yang dilakukan orang lain dalam menghadapi masalah yang sama dan belajar dari pengalaman mereka untuk menetapkan rencana dan keputusan pada waktu yang akan datang (Rakhmat, 2005).

Metode analisis data yang peneliti gunakan adalah metode analisis data deskriptif, karena penelitian ini secara khususnya untuk menjelaskan hal-hal: Mengidentifikasi Penggunaan Komunikasi Verbal dan Nonverbal yang bersifat Fatis di tempat kerja, Mengidentifikasi Penggunaan Komunikasi Verbal dan Nonverbal yang bersifat Fatis dalam Penciptaan Komunikasi Efektif di tempat kerja, Mengidentifikasi Peran Komunikasi Fatis Dalam Pengelolaan hubungan dalam konteks komunikasi Organisasi.

Menurut Arikunto (2005) metode analisis deskriptif merupakan penelitian bukan eksperimen, karena tidak dimaksudkan untuk mengetahui akibat dari suatu perlakuan. Dengan penelitian deskriptif peneliti hanya bermaksud menggambarkan (mendeskripsikan) atau menerangkan gejala yang sedang terjadi.

Bogdan dalam Sugiyono (2008) menyatakan bahwa analisis data adalah proses mencari dan menyusun data secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan bahan-bahan lain, sehingga dapat mudah dipahami dan temuannya dapat diinformasikan kepada orang lain.

Adapun prosedur dalam menganalisis data kualitatif, menurut Miles dan Huberman dalam Sugiyono (2008) sebagai berikut:
1.  Reduksi Data,
2.  Penyajian Data,
3.  Kesimpulan atau Verifikasi,
Berdasarkan keterangan di atas, maka setiap tahap dalam proses tersebut dilakukan untuk mendapatkan keabsahan data dengan menelaah seluruh data yang ada dari berbagai sumber yang telah didapat dari lapangan dan dokumen pribadi, dokumen resmi, gambar, foto dan sebagainya melalui metode wawancara yang didukung dengan studi dokumentasi Bungin (2009).

Dalam usaha mencari keabsahan data dari penelitian ini, maka peneliti berusaha untuk dapat memenuhi standar dengan melakukan triangulasi. Seperti yang dinyatakan oleh Denzin dalam Bungin (2009), maka pelaksanaan teknis dari langkah pengujian keabsahan terdapat empat triangulasi yaitu peneliti, sumber, metode, dan teori.

Penelitian menggunakan triangulasi sumber untuk memeriksa keabsahan data, yaitu dengan membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan berbagai pendapat dan pandangan orang seperti rakyat biasa, orang yang berpendidikan menengah atau tinggi, orang berada, atau orang pemerintahan, yang pada akhirnya akan diketahui berbagai pendapat dan pemikiran yang berbeda.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dalam penelitian ini peneliti menggu- nakan triangulasi sumber, yaitu dengan membandingkan hasil wawancara, observasi partisipan, dan pandangan peneliti sendiri. Pembahasan ini mengangkat mengenai proses dan mengkaitkan dengan teori yang berkaitan tentang hasil proses penelitian tersebut. Telah dijelaskan diawal penelitian in mengangkat tema mengenai Penggunaan dan Peranan Ko- muniksi Fatis yang terjadi di Tempat Kerja. Dalam pembahasan kali ini mengaitkan antara konsep dan hasil yang ada dilapangan di- kaitkan secara lebih dalam lagi.

Pengunaan Komunikasi Fatis di Tempat Kerja

Menurut penelitian yang dilakukan melalui teknik wawancara mendalam dengan para informan, menunjukkan bahwa komunikasi fatis merupakan komuniksi yang sangat berperan dan penting dalam hubungan yang tercipta di tempat kerja. Komunikasi yang terjalin di tempat kerja sangat berbeda jika dibandingkan dengan komunikasi sehari-hari. Dalam komunikasi di tempat kerja, struktur yang mengikat profesi dan posisi atau jabatan seseorang sangat berpengaruh terhadap bagaimana seseorang berinteraksi dengan orang lain. Di tempat kerja, komunikasi interpersonal yang terjalin lebih kompleks dan dinamis dibandingkan dengan komunikasi interpersonal di lingkungan sosial seharu-hari. Hal ini berkaitan dengan hubungan yang terjalin yang sangat berkaitan dengan profesi dan citra seseorang di tempat kerjanya. Untuk itu komunikasi fatis menjadi salah satu cara untuk meningkatkan hubungan di tempat kerja.

Menurut teori mengenai komunikasi fatis, komunikasi fatis merupakan komunkasi dilakukan dalam konteks komunikasi interpersonal untuk komunikasi yang mampu menimbulkan kesenangan diantara pihak yang terlibat. Kesenangan dalam komunikasi interpersonal sangat erat kaitannya dengan bagaimana hubungan yang sedang berlangsung. Kedekatan dalam komunikasi interpersonal dapat memberikan kesenangan yang lebih banyak. Dengan kesenangan dalam hubungan tersebut, maka akan berdampak pada bentuk hubungan yang lebih erat dan intim.

Kesenangan yang dimaksud adalah bentuk basa-basi, saling menyapa, bertegur sapa, menanyakan kabar, komentar mengenai opini terhadap hal-hal yang sedang menjadi topik bahasan ataupun hanya saling melakukan eye contact atau menepuk bahu teman. Hampir setiap hari, sapaan dan small talk atau basa- basi yang dilakukan adalah bentuk komunikasi fatis dengan tujuan untuk menjalin hubungan yang baik dengan lawan bicara.

Kesenangan dalam berkomunikasi tersebut memberikan dampak yang baik dalam hubungan komunikasi internal suatu perusahaan. Konteks komunikasi interpersonal dalam suatu organisasi perlu suatu keterikatan yang khusus dibandingkan dengan kehidupan sosial kebanyakan. Dalam komuniksi organisasi, kesenangan pada berhubungan interpersonal akan berimbas pada efektifitas kinerja para anggota organisasi.

Berdasarkan hasil wawancara dengan para informan, diketahui bahwa komunikasi fatis merupakan komunkasi yang paling sering mereka gunakan untuk menjalin hubungan ataupun untuk mempertahankan hubungan dengan sesama rekan kerja. Komunikasi fatis yang sering dilakukan adalah berbasa-basi dan saling menyapa ketika berpapasan. Bentuk lain dari komuniksi fatis yang sering digunakan adalah menanyakan mengenai beberapa kegiatan yang sering dilakukan. Small talk atau basa-basi yang dilakukan tak jarang berkaitan dengan beberapa hal yang terjadi disekitar, seperti menanyakan jam, menanyakan kabar, berkomentar tentang cuaca hari tersebut, berkomentar mengenai apa yang sedang dilakukan lawan bicara merupakan beberapa bentuk komunikasi fatis yang biasa dilakukan  di tempat kerja.

Berdasarkan hasil penelitian, beberapa komunikasi nonverbal ternyata merupakan bentuk komunikasi fatis yang sering digunakan. Komunikasi nonverbal yang paling sering digunakan adalah saling menyapa diikuti dengan saling bersalaman atau berjabat tangan, menyapa dengan cara menepuk punggung rekan kerja, saling melakukan eye contact atau saling menaikan alis ketika berpapasan, saling melambaikan tangan atau hanya saling senyum ketika bertatap muka. Komunikasi nonverbal dalam konteks komunikasi fatis biasanya merupakan komplemen dari proses komunikasi interpersonal yang dilakukan.

Devito menjelaskan bahwa hubungan komunikasi nonverbal pada interaski melibatkan peserta komunikasi mengirim dan menerima pesan secara simultan dan spontan, baik secara verbal maupun nonverbal. Untuk meningkatkan keefektifan komunikasi antarpribadi, pemanfaatan kekuatan pesan verbal maupun nonverbal, untuk berupaya saling meyakinkan, dengan mengoptimalkan peng- gunaan pesan verbal maupun nonverbal secara bersamaan, saling mengisi, saling memperkuat sesuai dengan tujuan komunikasi (DeVito, 2012).

Dalam dunia kerja, konteks budaya sa- ngat berperan dalam pengelolaan komuniksi fatis. Kebanyakan dalam tempat kerja, para karyawan menjadi dangat fasih berkomunikasi fatis guna untuk meningkatkan hubungan atau hanya untuk menjaga hubungan dengan atasan, sesama rekan kerja atau kepada pelanggan menjadi lebih baik. Latarbelakang konteks budaya sangat berperan dalam pengguanaan komuniksi fatis di tempat kerja. Seseorang yang berasal dari konteks budaya tinggi biasanya lebih fasih dalam penggunaan komuniksi fatis sebagai bentuk komunikasi yang wajib dalam hubungan interpersonal. Bahasa yang digunakan pun memang benar-benar untuk mengungkapkan kedekatan (proximity) yang terjaling antara komunikasi interpersoanal yang ada. Bentuk kedekatan tersebut biasa diperlihatkan dengan sentuhan, intensitas small talk yang lebih sering dan bentuk ekspresi yang lebih terbuka ketika berinteraksi.

Sedangkan untuk beberapa orang dengan latarbelakang konteks budaya rendah, komunikasi fatis menjadi suatu bentuk paksaan atau tekanan dalam hubungan interpersonal yang terjalin. Bagi mereka yang berasal dari konteks budaya rendah, penggunaan komuniksai fatis yang bersifat small talk atau basi-basi sangat tidak efisien dalam hubungan dan hanya membuat mereka merasa tidak nyaman. Pola komunikasi yang terjalin menurut hasil wawancara dengan beberapa informan juga lebih mengarah pada bentuk komuniksi formal. Artinya hubungan yang terjalin juga hanya sebatas hubungan kerjaan dan sebatas menyapa saja. Namun walaupun demikian kominikasi fatis tetap menjadi suatu bentuk komunikasi wajib dalam hubungan interpersonal terutama ditempat kerja.

Peranan Komunikasi Fatis di Tempat Kerja

Berdasarkan hasil wawancara, didapati bahwa para informan secara keseluruhan mengatakan bahhwa peranan dari komunikasi fatis yang mereka lakukan adalah untuk memulai hubungan hingga untuk menjaga hubungan. Komunikasi interpersonal, merupakan komunikasi yang melibatkan antara dua individu. Dalam pengelolaan hubungannya, sering kali terjadi kecanggungan atau ketidak nyamanan dalam hubungan tersebut. Jika suasana canggung terus terjadi, bisa saja tingkatan hubungan yang sudah berlangsung menjadi mundur atau bahkan berakhir. Komunikasi fatis merupakan ice breaking atau pemecah suasana canggung yang kadang terjadi dalam hubungan atau komunikasi interpersonal.

Menurut teori komunikasi interpesonal, kedekatan seseorang dalam suatu hubungan dipengaruhi oleh keterbukaan dan sikap yang positif. Komunikasi fatis merupakan small talk atau basi-basi yang dapat meningkatkan keterbukaan dan memberikan umpan balik yang positif terhadap orang lain. Dalam berkomunikasi, kita selalu memperhatikan umpan balik yang diberikan oleh laawan bicara kita. Dari umpan balik tersebut biasanya kita dapat menentukan apakah komunikasi yang terjadi sudah efektif atau belum. Namun terkadang, komunikasi efektif saja belum cukup untuk dapat menciptakan suasana yang nyaman bagi orang lain. Basa-basi menjadi kata kunci untuk menciptakan suasana tersebut. Basa basi juga harus dilakukan sawajarnya dan tidak berlebihan.

Menurut hasil wawancara dan teori yang digunakan, peranan lain dari penggunaan komunikasi fatis adalah untuk membentuk kesenangan dan menciptakan hubungan yang lebih akrab antara sesama rekan kerja di tempat kerja. Terkadang, banyaknya pekerjaan dan tekanan yang terjadi di tempat kerja membuat seseorang merasa tertekan dan bisa saja stres. Dengan berbasa-basi dengan sesama rekan kerja maka tekanan tersebut dapat berkurang dam menjalin hubungan yang baik dengan rekan kerja. Komunikasi fatis yang dilakukandalam bentuk sapaan atau hanya berbicara santai merupakan cara yang efektif untuk melekatkan hubungan kepada rekan kerja. Keterbukaan yng terjadi seiring dengan komunikasi fatis yang dilakukan menaciptakan suatu kedekatan dalam hubungan komunikasi interpersonal yang terbentuk di tempat kerja.

Penggunaan komunikasi fatis erat kaitannya dengan budaya dan latar belakang seseorang. Basa-basi atau small talk yang dilakukan terkait dengan kontek budaya yang dimiliki oleh tiap individu. Konteks komunikasi di tempat kerja, berbedaan mengenai kontek latar belakang budaya tersebut disesuaikan dengan bagaimana budaya dan iklim dari komunikasi organisasi. Setiap perusahaan memiliki budaya yang berbeda. Budaya organisasi tersebut yang terkadang sangat dominan membentuk pola hubungan komunikasi interpersonal yang terjadi didalamnya.

Pengelolaan hubungan yang didasari oleh komunikasi fatis berkaitan dengan bagai- mana proses komunikasi internal yang berlangsung. Menurut hasil wawancara mendalam dengan para informan di dapati juga bahwa komunikasi fatis memiliki konteks formal ketika bersentuhan dengan komunikasi orga- nisasi. Keakraban atau Proksimity yang terjadi merupakan buah dari bagaimana hubungan interpersonal yang manfaatkan oleh para individu. Dalam berkomunikasi, pola hubungan horizontal memiliki jenis komunikasi fatis yang berbeda dengan pola hubungan komuniksi organisasi internal vertical. Hal tersebut senada dengan apa yang disampaikan oleh Jumanto (2008), bahwa fungsi dan bentuk komunikasi fatis serta keterkaitan keduanya dengan situasi informal dan formal.

Pada komunikasi horizontal, komunikasi fatis yang digunakan berperan sebagai penguat hubungan dalam komunikasi interpersonal. Seorang karyawan dengan senang hati akan langsung menegur rekan kerjanya jika mereka memiliki hubungan yang cukup casual. Ini menunjukkan bahwa interaksi yang terjaling lebih mementingkan bagaimana proses hubungan tersebut diperkuat oleh sapaan dan percakapan sebelum memulai rutinitas kerja setiap hari.

Pada komunikasi vertical yang melibatkan komunikasi fatis, seorang karyawan menempatkan diri sebagai seornag pribadi yang ramah dan di senangi oleh atasan. Pola hubungan yang dilakukan bisa dikategorikan untuk mempertahankan hubungan yang telah berlangsung. Persamaan makna yang menjadi focus interaksi lebih pada bagaimana agar pesan dapat di sampaikan dengan efektif dan terjadi persamaan makna.

SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian, didapati beberapa kesimpulan yang merangkum mengenai penggunaan dan peran komuniasi fatis yang terjadi di tempat kerja. Beberpa kesimpulan tersebut adalah:
1.          Penggunaan komunikasi fatis sangat sering terjadi di tempat kerja, karena dianggap sebagai pembuka dalam hubungan yang lebuh akrab.
2.          Komunikasi fatis sangat berperan dalam pembentukan hubungan dan mencipta- kan hubungan yang erat antar sesama rekan kerja.
3.          Konteks budaya seseorang sangat berperan dalam penggunaan komunikasi fatis, seseorang dengan konteks budaya tinggi cenderung lebih sering meng- gunakan komunikasi fatis dalam hubungan komuniksi interpersonalnya.

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi awal untuk penelitian-penelitian yang membahas mengenai komunikasi interpersonal dalam kaitan dengan komunikasi fatis khususnya di tempat kerja. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi awal dalam pengelolaan hubngan komunikasi interpersonal yang terjadi di tempat kerja.

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto. 2005. Manajemen Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.
Aw, Suranto. 2011. Komunikasi Interpersonal.
Yogyakarta: Graha Ilmu
Bungin, Burhan. 2009. Penelitian Kualitatif.
Jakarta: Kencana
Devito, Joseph.A. 2012. The Interpersonal Communication Book, 13th Edition. NYC: Longman
Effendy, O. U. 2011. Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Flick, U. 2008. An Introduction to Qualitative Research. Second Edition. London: SAGE Publications Ltd.
Jumanto. 2008. Komunikasi Fatis di Kalangan Penutur Jati Bahasa Inggris. Semarang: World Pro.

Kriyantono, Rachmat. 2012. Teknik Praktis Riset Komunikasi. Jakarta: Kencana.
Liliweri, Alo. 2009. Makna Budaya Dalam Komunikasi Antarbudaya. Yogyakarta: LKIS
Moleong, Lexy J. 2012. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Mulyana, Deddy. 2010. Komunikasi Bisnis Lintas Budaya, Bandung: RosdaKarya
Neuman, L.W. 2006. Social Research Methods: Qualitative and Quantitative Approaches. Pearson Education Inc.
Purwanto, Djoko. 2006. Komunikasi Bisnis.
Jakarta: Erlangga
Rakhmat, J. 2005. Metode Penelitian Komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Robbins, S. P., & Coulter, M. 2007. Manajemen.
Jakarta: PT Indeks
Sarwono, Sarlito W dan Meinarno, Eko A. 2009.
Psikologi Sosial. Jakarta: Salemba Humanika.
Senft, Gunter. 2009. Phatic Communion. Max Planck Institute for Psycholinguistics, Nijmegen
Sugiyono. 2008. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alphabeta
Tubbs, Stewart L., Moss, Sylvia. 2012. Human Communication: Principle and Context 13th Edition. McGraw-Hill Education
Wiryanto.  2006.  Pengantar  Ilmu  Komunikasi.
Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia.
Zegarac, Vladimir. 2009. What is Phatic Communication, Cambridge Journal Online.

Review yang kami dapat dari jurnal diatas sebagai berikut :
Saran kelompok kami untuk Jurnal dengan judul PENGGUNAAN KOMUNIKASI FATIS
DALAM PENGELOLAAN HUBUNGAN DI TEMPAT KERJA sebaiknya : karyawan mengembangkan komunikasi agar hubungan pekerja lebih terjalin dengan baik. Karena komunikasi fatis merupakan komuniksi yang sangat berperan dan penting dalam hubungan yang tercipta di tempat kerja. Komunikasi yang terjalin di tempat kerja sangat berbeda jika dibandingkan dengan komunikasi sehari-hari. Dalam komunikasi di tempat kerja, struktur yang mengikat profesi dan posisi atau jabatan seseorang sangat berpengaruh terhadap bagaimana seseorang berinteraksi dengan orang lain. Di tempat kerja, komunikasi interpersonal yang terjalin lebih kompleks dan dinamis dibandingkan dengan komunikasi interpersonal di lingkungan sosial sehari-hari.